Kamis, Agustus 27, 2015
PITEKET TUALEN TEKEN PIANAKNE
Ibi sande tomben ty ngipi mebalih wayang. Dalangne Pak Nardayana Cengblong. Ty masih inget teken dialogne Tualen jak Merdah.
Merdah : “Nang, kone di Bali liu nak iri hati utawi gedeg jak nak len? Padahal kan se wai-wai di Bali nak rajin mebanten, me bhakti lan sembahyang?”.
Tualen : “Nak ye rajin mebanten, mebhakti, ngayah peteng-lemah di pure setiap odalan, sing jamin ye ngelah watak ne luwung. Mapan imanne sing luwung. Liu nak ne rajin me banten mebhakti,ngayah peteng lemah di pure kewale iman ne sing masih karuan luwung”.
Merdah : “Ngude bise keto Nang? Kan mebanten, mebhakti, rajin ngayah peteng lemah di Pure to sebagai tanda ye nak luwung?”
Tualen : “Nyen ngorang keto Dah? Sing jaminan to ! Buktine masih liu ne nyakitin timpalne, pisagane, brayane aji pengeliakan utawi desti?”.
Merdah : “Nah to be cang dot nawang nang, ngude bise keto?”
Tualen : “Itu kembali pada pribadi masing-masing gen Dah, sing penting to tongosne, bahkan orang-orang munafik suka sembunyi di balik aktivitas yang dianggap dapat menimbulkan pencitraan ne positif. Namun seiring dengan perjalanan waktu, akan terbukti nyen sujatine jleme ane seken2 luwung. Ne penting jani, cai jeg jemetang ibane meyadnye ken sesama. Mapan Agama i ragene Hindu nak sube ngemang jalan lan pilihan dalam Catur Marga. Cen kel cai jalalang? Ada Bhakti Marga Yoga, Karma Marga Yoga, Jnana Marga Yoga, lan Raja Marga Yoga.
1.. Bhakti Marga Yoga (sembahyang)
yaitu mengamalkan agama dengan melaksanakan bhakti/sembahyang, cinta kasih terhadap sesama ciptaan Tuhan, baik sesama manusia maupun dengan makhluk lain yang lebih rendah dari manusia yang disertai sarana bhakti. Jadi apabila orang telah bersembahyang dan hidup kasih sayang terhadap sesama makhluk itu berarti telah mengamalkan ajaran Veda melalui jalan bhakti.
2. Karma Marga Yoga (berperilaku)
yaitu jalan atau usaha untuk mencapai Jagadhita dan Moksa dengan melakukan perbuatan baik (Subha Karma), serta melakukan kewajiban demi untuk mengabdi, berbuat amal kebajikan untuk kesejahteraan umat manusia dan sesama makhluk.
3. Jnana Marga Yoga (ilmu pengetahuan)
yaitu jalan menuju Yang Maha Kuasa dengan menggunakan sarana belajar, yang nantinya dapat diaplikasikan bagi kesejahteraan umat manusia dan kelestarian alam ini.
4. Raja Marga Yoga (meditasi)
yaitu pengendalian panca indria untuk mencapai tujuan terakhir dari samadhi sebagai salah satu jalan atau cara umat Hindu untuk mendekatkan diri padaTuhan Yang Maha Esa.
Pokokne jeg cai tenang dogen dengan catatan, jalan mana pun yang kamu pilih/tempuh ingatlah harus dilandasi hati yang baik dan tulus. Yen sube keto ape kel iriang, gedegin jak pisage? Inget KARMA PALA nah ning, yen sube inget ken ento jeg cai las gen lan tenang gen menjalani hidup ini. Gitu aja kok repot!”
Merdah : “Kewale kadirase kene sentil icang nang ade nak ngorang keto?”
Tualen : “Ha ha ha! Anak muda...anak muda, jeg gampang sajan sensi! Sube orahin nanang, jeg ne penting de demen nyindir timpal, pisage, braye lan semeton tiosan. Luwungan gen prilaku awake, yen cai merasa tersindir berarti cai sing percaye ken Ida Sang Hyang Widhi, ken Karmapala. Ingak ingak ingak! Apa yang kamu tanam itu yg akan kamu tunai kelak! Yen cai masih percaya jak Agaman caine Hindu ne, ngude jeg resah ningeh munyi ne sing bermutu uli jleme ne kuat-kuet di poskamling to? Jleme sing ngelah gae makane gampang sajan pikirane dipengaruhi setan. Orang yang sibuk bekerja apalagi bekerja untuk kemanfaatan pada sesama, sing bakat ban mepeirian ken pisage. Hi hi hi !”
Merdah : “Yen keto cang sing perlu mebanten, mebhakti lan ngayah di pure nang?”
Tualen : “Badaaah! Anggon cai pembenaran piteket Bapene ne? Dasar cai jleme males mepisege lan mebraye. De nak keto. Kan Bape sube ngorang, apapun aktivitasmu, dimana pun kamu berada, kamu hendaknya tetap ada pada jalur yang baik sesuai dengan ajaran agamamu. Ingat Karma Pala ! yen sube cai ke pure ngayah, cai bersosialisasi adane. Ditu cai kel liu ngelah timpal lan nyame-braye!”
Merdah : “O keto nang?”
Tualen : “Yessssss!”
Merdah : “Ng...ng e e....Yen...aduh adi bedu otak cang nang? Yen nak ne iri, gedeg jak timpalne to kanti ngaliang pengeliakan engken undukne Nang?”
Tualen : “Aduuuuuuh! Jeg mebalik kuri cai metakon? Aduh dewe ratu, adi tiang ngelah pianak bedu buke ke kene? Otakne otak batu? Yen ye ne nu ngiriang pisage lan gedeg jak pisage artine to be ye jleme sing bise mengendalikan panca indria ne alias imannya masih lemah! Iri dan gedeg tanda tak mampu. Hi hi hi hi!”
Merdah : “He he he! Mangap eh sory Nang........ Ohya Nang, pantesan dah status yang nanang buat di fb nya jeg yang lucu-lucu saja dan menghibur”.
Tualen : "Ya lah Ning, membuat orang gembira juga yadjna, sebaliknya membuat orang lain sebet, sedih dan membunuh karakternya juga suatu perbuatan dosa kendati itu hanya lewat perkataan dan sebuah tulisan berupa status di suatu jejaring sosial! Surga akan tercipta di dunia bila mana semua manusia sudah mampu menyelaraskan pikiran, perkataan dan perbuatan yang baik".
Rabu, Juni 19, 2013
MENGKRITISI TEMA DAN GAYA LAWAKAN YANG DISISIPKAN DALAM SENI PERTUNJUKAN TRADISIONAL BALI
Setiap saya menonton pertunjukan kesenian tradisional Bali saat ini, ada perasaan kecewa dalam hati saya. Terutama sekali dari unsur lawakan yang disipkan dalam pertunjukkan kesenian tradisional (Bali) tersebut. Apakah itu Wayang Kulit, Topeng+Bondres, Drama Gong, Calonarang, Arja dan sebagainya. Setiap cabang seni ini berusaha menarik perhatian penonton yang sebanyak-banyaknya. Untuk itu maka humor adalah salah satu diantara cara dalam upaya menarik perhatian agar banyak yang menyaksikan yang ujung-ujungnya agar terkenal, tetap eksis dan tentunya menjadi laris. Dan puncaknya jelas ujung-ujungnya juga duit. Demi memperoleh semua keinginan itu, tidak jarang juga para seniman ini kemudian mencari jalan pintas tanpa memperdulikan lagi unsur pendidikan cq pendidikan moral tentunya. Atau kasarnya, menghalalkan segala cara ! Masih berkaitan dengan dunia seni pertunjukan. Saya pernah mendengar istilah melacurkan diri. Istilah ini pernah saya dengar bahkan baca, yang mana istilah ini ditujukan kepada para seniman (seni peran/dramawan/aktor dan aktris film) yang telah kehilangan idealismenya. Dan demi mengejar popularitas dan kelarisan, mereka lalu tidak lagi memperdulikan kaidah-kaidah yang sudah menjadi pakem dalam dunia seni peran tersebut. Dalam konteks ini, nampak ada pergeseran dalam pertunjukan seni tradisional Bali ini beberapa tahun belakangan. Apakah para seniman ini dikarenakan dapat membaca situasi dimana penonton mulai meninggalkan pertunjukan mereka jika masih memakai pola lama yaitu pertunjukan seni tradisional (Bali) yang mengutamakan kisah-kisah lama/Babad Bali, Kisah Mahabarata dan Ramayana. Dimana para penonton sering ngantuk jika disuguhi kisah-kisah yang ditampilkan dengan serius. Dan biasanya para penonton akan kembali melek matanya dan semangat bila ditampilkan adegan para punakawan yang lucu-lucu baik penampilan fisik, gerak-gerik atau ucapannya? Mengapa demikian? Ya mungkin saja masyarakat sekarang terlalu banyak dibebani berbagai persoalan dan masalah hidup yang menghimpit berat setiap harinya. Dan saat disuguhi pertunjukan dengan format yang serius, mereka malah bosan dan tidak mampu menelaah isi cerita berupa babad kuno atau kisah epos keagamaan Mahabarata-Ramayana itu. Banyak penonton meninggalkan pertunjukannya atau masih di tempat tetapi ...tidur! Menyadari hal ini, maka belakangan format dibalik oleh para seniman pertunjukan ini. Jika dahulu kisah-kisah/babad-babad zaman dahulu atau epos-epos Mahabarata dan Ramayana itu sekitar 70 % ceritanya, sedangkan 30 % disisipi lelucon oleh para punakawan, belakangan dengan membaca situasi dan kondisi yang diinginkan penonton maka jadi kebalik yaitu lelucon oleh para punakawan tersebut bisa menjadi bahkan 80 % dan malahan cerita babad atau pun epos tersebut malah hanya sebagai sekedar tempelan belaka. Celakanya lagi, demi kelarisan, tetap eksis, tetap populer dan diidolakan masyarakat, para seniman ini kemudian menghalalkan segala cara agar tetap eksis dan terkenal. Maka mereka pun melucu yang penting penonton tertawa terpingkal-pingkal apakah materi yang disampaikan dalam lelucon itu layak atau tidak, sopan atau vulgar, ini tidak mereka perhatikan. Padahal lawakan mereka itu ditonton oleh segala umur. Sungguh disayangkan dan tidak mendidik. Demi kelarisan, keterkenalan, dan agar selalu ditanggap orang, mereka mengabaikan segi-segi pendidikan. Inilah yang dimaksud dengan para seniman seni peran pertunjukkan yang telah melacurkan seni (lawak dalam hal ini) seperti yang disindir diatas. Dan di Bali saat ini banyak bermunculan group-group seni pertunjukkan seperti ini dengan berbagai gaya yang mungkin menurut mereka itu adalah suatu inovasi.
Ya, mereka menganggapnya suatu inovasi dalam berkesenian cq kesenian trasidisional Bali. Hal ini seperti telah saya uraikan diatas agar tetap menarik, eksis dan populer.. Misalnya yang dilakukan oleh dalang wayang Ceng Blong. Dalang ini melakukan beberapa perubahan yang sangat berani serta revolusioner. Diantaranya menyertakan teknologi sound system, sound efek, dan efek pencahayaan dengan permainan lampu. Dengan inovasi seperti ini, pertunjukan wayangnya terasa lebih hidup dan tentunya ini dapat menarik perhatian penonton. Hal ini merupakan penyegaran dalam pertunjukan wayang dimana pertunjukan wayang dengan pakem yang klasik semakin ditinggalkan penontonnya. Tentu upaya tersebut tidak hanya sampai disana saja. Maka sisi punakawannya kemudian lebih ditonjolkan. Misalnya mengeksploitasi kelucuan lewat para punakawannya seperti Delem, Sangut, Tualen dan Merdah. Bahkan dalam wayang Ceng Blong sesuai dengan gelar dan nama sekeha wayang ini yakni wayang Ceng Blong, maka tokoh Ceng Blong ini lebih dieksploitasi hebat lagi dan diberikan peran lebih luas dalam humornya dibandingkan punakawan sesuai pakem seperti Sangut-Delem dan Merdah-Malen atau Tualen. Juga mereka merevolusi gambelan dimana pada Wayang Kulit klasik hanya menggunakan gambelan gender, tapi dalam wayang Ceng Blong gambelannya ditambah dengan gambelan sejenis gambelan semar pegulingan. Juga disispkan dengan beberapa orang sinden. Pada umumnya, wayang kulit klasik di Bali dari zaman dahulu tidak pernah mengenal atau menyertai sinden seperti yang dilakukan oleh wayang kulit Ceng Blong dari Desa Blayu Tabanan ini. Lampu minyak pun diganti dengan lampu listrik.
Namun betapapun juga, kadangkala kemampuan berhumor setiap seniman itu ada juga batasnya. Pada suatu titik puncak popularitas tidak sedikit diantara mereka kemudian kehabisan bahan lawakan. Hal ini mungkin karena kesibukan mereka “manggung” sehingga tidak sempat menggali humor baru dan humor lama selalu diulang-ulang. Oleh karenanya tidak ada kejutan yang dapat menggelitik syaraf-syaraf tawa para penggemarya. Humor lama yang diulang-ulang ini dengan mudah ditebak oleh penonton sehingga tidak ada lagi sesuatu yang baru dalam humor yang dipertunjukan sehingga lama-kelamaan kemudian penontonpun dibuat bosan. Dengan demikian para seniman ini pun kehilangan taksunya. Menciptakan bahan lawakan/humor ternyata tidak semudah yang diperkirakan oleh para penikmat atau penonton. Perlu kejeniusan, kecermatan, kepekaan dalam memperhatikan perkembangan situasi terkini di masyarakat sehingga lawakan/humor yang ditampilkan selalu update dan aktual.
Nah, hal inilah yang banyak dialami oleh para seniman tradisional Bali. Celakanya, demi mempertahankan popularitas dan tetap disenangi serta laris ditanggap masyarakat, maka tidak sedikit kemudian diantaranya mengambil jalan pintas agar tetap lucu. Oleh karena itu kemudian munculah bahan lawakan yang tidak atau mengabaikan segi sopan santun yang bersifat mendidik. Muncullah lawakan yang vulgar baik dari segi ucapan maupun gerak-gerik yang tidak bermoral. Ucapan dan gerak-gerik yang tidak bermoral oleh para seniman tersebut sudah dapat dikatakan menabrak rambu-rambu kesopanan dan ketatasusilaan yang berlaku di masyarakat kita serta dalam perundang-undangan di negeri ini disebut dengan istilah porno grafi dan porno aksi. Dan sebagian dari seniman pertunjukan tradisional Bali ini kini telah terjebak dalam pola lawakan tidak bermutu seperti ini. Atau jangan-jangan ini hanyalah suatu bentuk ketidakberdayaan para seniman pertunjukan tradisional Bali saat ini untuk menggali lawakan yang cerdas dan bermutu? Dan para penonton atau penikmat seni pertunjukan tradisional Bali pun kini dituntut cerdas untuk mengetahui mana materi lelucon yang bermutu dan tidak bermutu.
Saksikan saja pertunjukkan kesenian tradisional Bali baik siaran langsung maupun yang direkam kemudian sering ditayangkan beberapa stasiun televisi lokal Bali. Terutama sekali saat munculnya para punakawan atau bebondresan dalam kesenian ini. Dimana para pelawak tersebut dengan tanpa merasa berdosa sedikitpun mempertunjukkan pornografi atau porno wacana dan porno aksi dalam penampilannya. Perhatikan ucapan-ucapan yang keluar yang tujuannya untuk memancing tawa penonton. Demikian juga gerak-geriknya yang menunjukan gerakan-gerakan tubuh yang tidak senonoh. Memang penonton dibuat tertawa terbahak-bahak dan tentunya si seniman ini merasa puas karena menganggap lawakannya lucu dan dia merasa berhasil dan sukses dan oleh karenanya dia merasa bangga sekali. Tapi dia lupa bahwa apa yang dia lakukan lewat lawakannya itu sudah meracuni generasi muda bangsa ini. Sungguh sangat disayangkan, dan yang lebih menyedihkan lagi, akan menambah ratusan ribu orang yang tersesatkan lagi karena menyaksikannya jika direkam lalu ditayangkan lewat televisi. Porno wacana dan porno aksi itu akan membekas bahkan tertanam mengkristal dalam alam bawah sadar para penonton cq penonton dibawah umur. Yang mengherankan lagi, sudah jelas ini siaran tunda atau siaran hasil rekaman, kok tidak ada upaya dari televisi (lokal) bersangkutan untuk mengedit menghilangkan bagian-bagian yang tidak layak untuk dilihat dan didengarkan bagi pemirsa televisi ini. Atau ini juga bagian persaingan diantara stasiun-stasiun TV lokal Bali yang semakin banyak bermunculan? Dan mereka juga berperilaku sama dengan para seniman pertunjukan tradisional Bali ini untuk menggaet permisa sebanyak-banyaknya? Sungguh sangat disayangkan. Jadi, perlukah kita heran jika saat ini di Bali banyak kalangan usia muda yang terjangkit penyakit yang mematikan yaitu HIV-AIDS ?
Pertengahan bulan Juni 2013 ini, keluarga kami melaksanakan upacara pernikahan keponakan saya. Dalam acara ini dilaksanakan dan disipkanlah salah satu jenis kesenian tradisional Bali. Saya tidak perlu sebutkan nama group kesenian ini. Saya juga kurang tahu konsep group ini. Apakah dia group lawak dengan busana Bali? Atau apa? Arja? Joget? Bebondresan? Ga taulah! Jenis kesenian ini sudah tidak murni lagi kalau disebut arja, prembon atau sejenisnya. Karena bentuk kesenian ini merupakan suatu hasil inovasi dimana dalam seni pertunjukkan ini lebih ditonjolkan unsur humornya. Sedangkan pakemnya sudah ditinggalkan. Tidak ada lagi cerita yang pasti. Misalnya cerita yang berhubungan dengan upacara ini (pernikahan). Tidak ada nasihat-nasihat untuk keponakan-keponakan kami yang menikah ini. Yang ada hanyalah full humor. Dan tujuannya kalau tidak salah saya analisa hanyalah bertujuan semata-mata untuk menghibur para undangan yang menghadiri acara Pawiwahan (pernikahan) ini. Celakanya lagi, humor yang saya maksud disini persis seperti yang sudah saya uraikan panjang lebar diatas. Maka yang terjadi adalah pertunjukkan yang sarat porno aksi, porno wacana, dan pornografi. Dibilang pertunjukkan topeng juga bukan (karena senimannya tidak ada yang bertopeng). Pertunjukkan arja juga bukan. Mungkin ini inovasi dan kreasi baru yang didominasi tarian joged bumbung hot dan sayang.....sangat...sangat tidak mendidik. Tidak ada sedikit pun manfaat yang dapat dipetik dan patut diambil dari pertunjukan kesenian ini. Misalnya salah seorang pemeran utamanya yang kebanci-bancian (apa bancin beneran?), yang dengan improvisasinya merayu kemudian duduk dipangkuan salah seorang undangan. Tidak cukup dipangku, bahkan tangan undangan itu malah diraih dan....maaf diarahkan ke salah satu...payudaranya dan diremas-remaskan. Sungguh terlalu ! Lucu oke, tapi hanya itu saja tujuannya? Kalau cuman itu, rasanya setiap orang dapat berbuat lucu-lucuan. Bahkan gampang sekali. Coba saja dimana Anda berkumpul dengan teman-teman Anda. Sekarang sampaikan humor dengan tema yang ngesek dan cabul, niscaya semua yang hadir pasti akan tertawa terbahak-bahak. Setidak-tidaknya teman-teman yang ada dihadapan Anda saat itu. Apalagi kalau disertai gerakan-gerakan yang tidaksenonoh pastilah hadirin akan tertawa terpingkal-pingkal. Jadi, tak usah jadi seniman yang katanya profesional. Tapi apa hanya kelucuan itu yang kita inginkan? Tidakkah kita pikirkan dampak dari perbuatan aksi serta ucapan para seniman yang tidak senonoh itu yang harus kita tanggung dalam waktu jangka tertentu? Terutama sekali bagi anak-anak kita yang masih dibawah umur untuk disuguhkan hal-hal seperti ini? Melucu itu gampang, kalau seperti yang dilakukan oleh para seniman tradisional yang saya sebutkan diatas. Tapi bagi saya, itu melucu dengan cara murahan. Yang sulit adalah melucu yang intelektual dan cerdas tapi mengandung segi pendidikan !
Sekarang era informasi dan komunikasi begitu canggih. Anda dengan mudah mencari informasi di Internet, bahkan via smart phone pun dan berbagai jenis alat digital mobile sudah dapat. Serta banyak alat elektronik-digital yang tersedia. Dan dengan sekali klik, kita dengan mudah memperoleh informasi. Anda saksikanlah bagaimana para pelucu-pelucu yang ditampilkan oleh beberapa televisi nasional. Ada berbagai pertunjukan komedi yang dapat mengundang tawa. Berbagai tayangan komedi dengan berbagai program. Opera Van Java, Pesbuker dsbnya. Itu hanyalah salah dua dari sekian puluh lawakan bergroup di televisi nasional. Sekarang yang lagi ngetren adalah lawakan tunggal yang disebut standup comedi. Saksikanlah mereka, adakah bahan lawakan mereka itu berbau porno yang kasar dan vulgar? Baik itu porno aksi maupun porna wacana? Kalau pun ada yang “kilaf” maka lawakan mereka tidak akan ditampilkan, atau ditampilkan tapi sudah diedit serta disensor. Atau paling jelek sangat halus penyampaiannya. Hal ini setelah berkali-kali saya menonton lawakan mereka. Saya benar-benar dibuat terpingkal-pingkal saking gelinya lawakan mereka. Dan saya ketawa terpingkal-pingkal dengan lawakan yang sedikitpun tidak ada unsur pornonya. Saya benar-benar kagum. Ini tidak mudah dan ini memerlukan kecerdasan. Bagaimana melawak dengan cara yang santun dan sopan tapi dapat menggelitik syaraf geli kita. Sungguh luar biasa. Kita puas tanpa moral kita diracuni. Salut !
Kemudian saat saya menonton lawakan Bali yang disipkan dibeberapa pertunjukan kesenian tradisional Bali, baik itu wayang kulit, bondres, arja, drama gong dsbnya, saya tidak melihat kelucuan atau cara melawak dengan cara-cara yang cerdas beretika, serta sopan santun dari group-group tersebut beberapa tahun belakangan ini. Yang ada hanyalah ucapan-ucapan vulgar dan gerakan-gerakan tubuh yang tidak senonoh bahkan melakukan sentuhan-sentuhan terhadap bagian-bagian terlarang pada teman mainnya bahkan juga para penonton. Celakanya, ini dilakukan di depan umum dimana tidak hanya disaksikan para penonton yang sudah cukup umur, tapi juga anak-anak kecil. Hal serupa dapat saya lihat secara langsung dengan kepala dan mata sendiri dalam pertunjukkan kesenian lawak dengan format tradisional Bali(karena menggunakan busana kesenian tradisional Bali) di acara pernikahan keponakan saya ini. Dalam pertunjukan ini unsur tradisional Balinya dari segi pakem sudah tidak nampak. Yang ada hanya beberapa jenis tarian ala Bali yang sudah diselewengkan. Seperti tari joget bumbung dengan goyangan-goyangan yang hot sarat gerakan cabul dan tidak senonoh, disertai juga ucapan-ucapan yang tidak patut diperdengarkan di depan umum. Kalau demikian halnya, alangkah tidak mulianya jika seseorang saat ini berprofesi sebagai seniman cq seniman pertunjukkan tradisional Bali bila tema lawakan yang disampaikan tersebut hanya seperti apa yang sebagian besar dipertontonkan oleh para seniman tradisional (tapi modern) tersebut. Padahal, sesungguhnyalah bahwa menjadi seniman tradisional Bali itu mestinya adalah suatu profesi yang dimuliakan. Selain itu seniman adalah profesi yang strategis, mulia dan terpandang. Mengapa? Karena seorang seniman seperti yang saya sebutkan ini pada hakikatnya adalah juga seorang guru, pendakwah keagamaan (Hindu), dan juga juru penerang bagi masyarakat yang masih awam dalam bidang keagamaan, juga tradisi Bali. Pada zaman dahulu kala, kesenian tradisional Bali seperti Arja, Wayang Kulit, Tari Topeng dsbnya tersebut merupakan media pembelajaran. Dan para seniman yang terlibat di dalamnya itu sekali lagi boleh dibilang dan dapat disamakan perannya seperti seorang guru. Karena mereka memberikan atau menyampaikan pelajaran cq tentang sejarah atau babad Bali atau Agama Hindu dengan epos Mahaberata dan Ramayana misalnya. Dengan menonton pertunjukan-pertunjukan ini, kita akan memahami akan sejarah/babad raja-raja zaman dahulu yang berkuasa di Bali (Babad Dalem dsbnya) atau di luar Bali (Singosari, Daha, Kediri, Majapahit dsbnya) atau juga tentang ajaran Agama Hindu lewat kisah-kisah Ramayana dan Mahaberata.
Namun kini, apakah yang kita dapat dari pertunjukan-pertunjukan kesenian tradisional Bali yang sering kita saksikan secara langsung maupun melalui televisi lokal Bali ini? Apakah demi tetap populer dan laris lalu kemudian sah-sah saja para perkumpulan kesenian tradisional Bali ini berbuat diluar batas-batas kesopanan, tata-susila sesuai ajaran Agama Hindu yang kita cintai ini? Katanya kita orang Bali adalah orang yang sangat agamis karena hampir tiada hari kita selalu melakukan upacara ritual keagamaan? Tidakkah ini merupakan suatu kemunduran dan degradasi dalam bidang seni pertunjukkan cq lawakan Bali? Dimasa lampau kita punya pelawak dan seniman lucu semisal Dalang Wayang Kulit Ida Bagus Ngurah Buduk, Dadap-Kiul, yang mana mereka melucu tanpa harus berpornogafi dan berpornoaksi? Toh mereka tetap dikagumi dan menjadi seniman tradisional Bali yang melegenda hingga saat ini. Jadi, benarlah apa yang pernah saya baca dan dengar dalam suatu diskusi manyangkut seni peran dan pertunjukan bahwa ada beberapa seniman ini yang telah “melacurkan diri” demi popularitas, demi keeksisan, dan tentunya demi tetap laris agar dapurnya tetap ngebul. Tapi semua itu ia perbuat dengan mengorbankan akhlak dan merusak moral generasi muda. Oh alangkah tidak nikmat dan tidak mendapat rido Tuhan profesi mereka ini.
Tulisan ini hanyalah sebuah auto krirtik tehadap diri kita selaku orang Bali. Kita meski bersikap lebih kritis dan selektif. Terutama sekali peranan para tokoh formal (yang ada di pemerintahan) dan para tokoh non formal yang disegani di masyarakat. Kita harapkan mereka akan lebih aktif untuk dapat memfilter segala sesuatu yang nantinya dapat merusak tatanan kehidupan bermasyarakat. Dari lembaga formal sebenarnya kan sudah ada KPI (Komsisi Penyiaran Indonesia), juga ada lembaga sensornya. Tentu agar lembaga-lembaga ini dapat lebih tajam “gunting” sensornya terutama yang akan ditayangkan via televisi. Para seniman tradisional yang saya sebut diatas juga kita harapkan lebih bertanggung jawab terhadap profesinya yang strategis ini. Sadarilah karena jika salah dalam menyampaikan pesan maka ribuan generasi muda telah rusak moralnya hanya gara-gara ambisi sesaat Anda yang ingin tetap eksis, populer, laris demi mempertebal pundi-pundi tabungan Anda tanpa Anda pedulikan akan masa depan generasi muda kita yang mana kelak merekalah yang akan meneruskan kehidupan kita ini. Apakah kita ingin mewariskan yang rusak-rusak kepada mereka? Apakah keeksisan, kepopuleran dan kelarisan Anda selaku seniman diatas lalu ribuan korban kerusakan moral generasi muda bangsa cq Bali? Sungguh sangat disayangkan. Dan tulisan ini saya buat sebagai bentuk keprihatinan dan juga kekhawatiran saya sebagai putra Bali terhadap saudara-saudara serta anak-anak penerusnya kelak. Semoga saja, meski tulisan ini jauh dari bermutu setidaknya dapat ditangkap maksudnya dan syukur dapat dipikirkan bahkan ditindaklanjuti. Bisa saja diseminarkan, dibahas, didiskusikan demi kebaikan kita terutama masyarakat dan generasi muda Bali kedepan. Astungkara. Juga mohon maaaf apabila ada yang kurang dapat menerima dan berkenaan dihati. Sekali lagi suatu sikap kritis adalah salah satu upaya atau cara menyampaikan rasa kekhawatiran. Membuat tulisan opini seperti ini adalah salah satu dari upaya tersebut.
Selasa, April 09, 2013
MENANGANI SAMPAH DAN KEBERSIHAN SECARA TOTAL BUKAN HANYA TUGAS PEMERINTAH TAPI JUGA MASYARAKAT
Bangsa kita masih perlu banyak belajar tentang pentingnya arti kebersihan. Kebersihan yang bermuara pada kesehatan. Kita masih dalam proses menuju kesana. Padatnya penduduk, tentunya juga semakin banyaknya kebutuhan hidup yang dibutuhkan dan tentunya efek sampingnya banyaknya sampah yang ditinggalkan dari hasil produksi, konsumsi dan sisa-sianya berupa sampah bakal bahkan bukan bakal lagi tapi sudah merupakan masalah berat yakni pembuangan sampah dan tempatnya. Lingkaran produksi, konsumsi dan akhirnya SAMPAH!
Kita bahas saja tentang membuang sampah. Meski sudah dibuatkan perda oleh masing-masing pemerintah Propinsi, Kabupaten/Kota dan disosialisasikan dari strutur Pemerintahan Propinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Kelurahan, Desa dan Banjar dan dipasang dengan papan besar-besar disamping bak sampah, tapi toh pelanggaran waktu dan saat membuang sampah masih tetap berlangsung. Masih banyak warga masyaralkat yang membuang sampah diluar waktu yang ditentukan.Nampaknya mebuang sampah ini bersifat sangat mendesak. Warga masyarakat tidak mau dan tidak suka kalau berlama-lama menyimpan sampah di rumahnya atau ditempat sampah rumahnya. Sadar atau tidak hal ini akan berdampak pada masalah kesehatan keluarga dilingkungan rumahnya. Inilah mungkin salah satu faktor penyebabnya mengapa mereka buru-buru sesegera mungkin membuang sampah kendati tidak tepat pada waktu yang ditentukan sesuai perda Kabupaten/Kota yang telah dibuat dan diterapkan. Tingkat kepatuhan/ketaatan terhadap peraturan yang berlaku,kedisiplinan, ketertiban masih perlu ditingkatkan.
Pembuangan sampah dan pelanggaran karena tidak sesuai dengan peraturan yang ditentukan Pemerintah pada akhirnya cq DKP (Dinas Kebersihan danPertamanan) bertindak tegas. Seperti yang dilakukan DKP Kota Denpasar. Terutamasekali beberapa tempat sampah yang ditempatkan di jalan-jalan utama atau jalan protokol pusat kota. Bahkan untuk mendisiplinkan warga masyarakat dan menegakkan aturan yag berlaku, disetiap bak pembuangan sampah tersebut kini dijaga oleh Satpol PP (ini penulis lihat dari mobil hitam bertuliskan Satpol PP yang parkir disamping bak sampah dan beberapa petugas berseragam hitam-hitam diseputar TKP).Ini artinya Pemerintah cq Pemerintah Kota Denpasar khususnya dimana saya berdomisili sangat serius dan tidak main-main dalam menangani masalah sampah dan kaitannya dengan kebersihan Kota Denpasar tentunya.
Disatu sisi, tindakan tegas ini perlu dan wajib dilakukan Pemkot Denpasar untuk pembelajaran terhadap penduduk Kota Denpasar khususnya dalam berdisiplin membuang sampah dan menjaga kebersihan lingkungannnya dan juga citra Kota Denpasar yang merupakan Kota Propinsi Bali. Namun demikian tentunya tidak boleh setengah-setengah. Maksud penulis , tidak hanya terkonsentrasi pada jalan-jalan utama dan protokol saja. Sebab jika tidak ditangani secara total dan menyeluruh sampai kepelosok-pelosok Desa maka yang terjadi hanya di pusat kota dan jalan-jalan utama saja yang nampaknya bersih tapi di tempat-tempat tersembunyi dan jalan-jalan kecil sampah akan berserakan. Mengapa bisa demikian? Karena warga masyarakat terutama sekali yang biasanya membuang sampah tidak tepat pada waktunya sesuai peraturan atau perda tersebut sudah terlanjur membawa sampah dalam bungkus tas kresek umumnya tidak akan mau kembali pulang membawatas keresek sampahnya manakala tempat sampah dimana mereka biasanya membuang sampah dijaga oleh Satpol PP. Sampah tersebut tidak boleh kembali kerumah! Kalau dianalogikan, ludah yang sudah ditumpahkan ketanah mana mungkin dijilat kembali? Jijik bukan? Akibat pikiran bahwa sampah yang terlanjur dibawa keluar rumah mesti dibuang (bagaimana pun caranya) pada akhirnya dibuang sembarangan disuatu tempat yang tersembunyi. Maka, berserakanlah sampah ditempat-tempat tersembunyi tersebut dimana tidak ada petugas pengawas yang mengawasi dan menjganya. Maka, kitapun akan menambah permasalahan baru dalam masalah penaganan sampah kaitannya dengan kebersihan.
Sabagai contoh, penulis yang juga tinggal dipusat Kota Denpasar dimana jalan protokol atau jalan raya utama telah disediakan bak penampung sampah sebanyak tiga buah. Beberapa warga sekitarnya membuang sampah disana. Bahkan tidak saja warga sekitarnya, bahkan warga yang tinggalnya sangat jauh pun membuang sampah disana akibat didekat atau diseputar tempat tinggal mereka sudah tidak tersedia bak sampah akibat penolakan beberapa warga yang tidak mau di dekat rumahnya ditaruh bak sampah DKP. Hal ini tentunya akibat bau busuknya yang menyengat dan menyesakkan nafas. Ada yang membuang sampah taat sesuai dengan jam dan waktu ditentukan sesuai jadwal, tapi tidak sedikit pula yang membuang sampah diluar jam dan waktu yang ditentukan alias melanggar aturan! Nah setelah kini dijaga Satpol PP pada bak sampah tersebut, banyak yang kembali dan menghin dari bak sampah tersebut kalau tidak mau ditangkap dan dinaikkan mobil Satpol PP tersebut kemudian (mungkin) akan digelandang kekantor Satpol PP atau kantor DKP. Namun mereka para warga masyarakat yang sudah terlanjur membawa sampah dalam tas plastik kreseknya tentu kebanyakan merasa risih kalau membawa sampah tersebut kembali pulang ke rumahnya. Oleh karena itu maka mereka akan membuang sampah tersebut sembarangan di tempat-tempat tersembunyi yang jauh dari jangkauan pengawasan petugas tersebut. Maka,lihatlah dan berkelilinglah kepelosok-pelosok Kota Denpasar. Pergilah Anda ke selok-selokan/got-got yang terletak di tempat tersembunyi dan jalan Desa. Bahkan juga sungai-sungai kecil yang ada di Desa-desa pinggiran Kota, tegalan-tegalan kosong yang belum dihuni serta tempat “leke-leke” lainnya. Wah kumuh banget. Ini bagaikan Sunsdel Bolong,cantik dimuka tapi borok dibelakang!
Tulisan ini hanyalah sebuah opini hasil dari penglihatan danpengamatan secara nyata dari langsung dari penulis. Bahkan si penulis langsung merasakannya. Sebab got-got di depan dan di samping tempat tinggal penulis kini sering ditemukan beberapa bungkusan tas kresek berisi sampah. Kebetulan juga got-got tersebut belum ditutup trotoar diatasnya sehingga warga masyarakat yang urung membuang sampah di bak sampah yang disediakan di jalan utama lalu kembali karena tempat membuang sampah tersebut dijaga petugas. Agar tidak membawa sampah tersebut kembali ke rumahnya maka dibuanglah di got-got tersebut dan juga sungai-sungai kecil tak jauh darirumah penulis. Akan timbul dampak baru lainnya dari perilaku ini yakni banjirbila musim hujan tiba.
Sementara iru, biang keladi dari sampah yang berserakan disepanjang jalan raya akibat ulah dari para pengendara yang tidak memiliki rasa disiplin dan tata krama. Mereka membuang sampah dari atas kendaraannya antara lain dari atas sepeda motor, dari dalam mobil pribadi/umum yang melaju. Atau juga kelalaian dan kekurang disiplinan mobil angkutan baik truk yang mengangkut bahan bangunan seperti pasir, tanah uruk, tumpahan sisa-sisa semen dari mobil besar molen dan sebagainya.
Oleh karena itu, penanganan sampah dan pembelajaran disiplin terhadap warga masyarakat untuk taat mebuang sampah pada tempat dan waktu ditentukan itu baik, tapi juga jangan setengah-setengah dan hanya di tempa tpembuangan sampah pada bak yang disediakan di jalan-jalan utama atau protokol saja, akan tetapi juga diperhatikan dan dijaga sampai ke pelosok-pelosok tersembunyi.Sehingga dengan demikian maka inilah yang penulis maksudkan dengan menangani sampah secara total! Masalah sampah seperti juga dengan masalah-masalah sosiallainnya yang rentan menimbulkan gejolak sosial. Penanganan sampah dan kebersihan Kota kita bukan saja tugas Pemerintah,tapi juga tugas kita warga masyarakat. Marilah kita belajar berdisplin dalam menjaga kebersihan lingkungan. Buanglah sampah pada tempat yang telahdisediakan dan pada waktu yang ditentukan sesuai peraturan yang telah dibuat Pemerintah (Perda). Juga sampah perlu dipilah-pilah antara sampah organik dan unorganik dalam wadah atau tas kresek plastik yang berbeda. Dan nantinya juga dibuang sesuai dengan tempatnya yang mana juga telah disediakan yakni bak warna hijau tempat sampah organik dan bak warna kuning untuk sampah unorganik. Kemudian buanglah padawaktu dan saat yang sudah ditentukan sesuai dengan Perda yang telah diterapkan. Semoga lingkungan kita bersih yang mana juga berdampak pada ketenangan jiwa dan kesehatan raga.
Sampah yang dibuang tidak pada tempatnya, tidak pada waktunya, jauh dari perhatian dan penjagaan petugas. Perlu kesadaran kita bersama agar hal-hal yang terlihat pada foto ini tidak akan terjadi dan tidak akan kita lakukan lagi. Kebersihan itu adalah kesehatan, keindahan dan juga menunjukkan akan akhlak dan moral kita. Kebersihan akan meningkatkan citra dan martabat bangsa kita. Sampah yang dibuang disungai seperti dalam foto ini diambil disebauh sungai kecil yang melintasi jalan Hayam Wuruk Denpasar.
Membuang sampah ke got membuat dasar got semakin dangkal. Jalan air pun mampet. Lebih parah lagi pada saat hujan akan mengakibatkan banjir.
Jumat, Maret 01, 2013
MANFAATKAN KEKURANGAN SEBAGAI KEKUATAN

Jumat, Januari 25, 2013
DEWI SHINTA DAN KETERPIKATANNYA TERHADAP KIJANG EMAS
Siapa pun tidak dapat menyangkal bahwa kisah Ramayana adalah suatu kisah yang memiliki kualitas sastra yang sangat tinggi. Bagi kami umat Hindu, kisah Ramayana bukan saja sekedar karya sastra, namun sudah merambah kedalam ranah batiniah-niskala dan implementasi Ajaran Agama Hindu. Suatu kisah yang berhasil melintasi beberapa situasi zaman sejak dikisahkan oleh Rsi Walmiki berabad-abad yang silam.
Banyak yang dapat diambil serta dipetik dari kisah Ramayana ini sebagai pelajaran dan bekal dalam kehidupan juga penuntun hidup kita ini. Dibalik makna kisah Ramayana ini sebenarnyalah bersifat universal, artinya buka hanya untuk orang-orang yang memeluk Agama Hindu saja. Ada yang mengambil kesetiaan Dewi Shinta sebagai sudut pandang. Ada juga perjuangan Sri Rama Sebagai suami yang mencintai istrinya juga memperjuangkan haknya yang dirampas orang lain. Namun ada juga yang mengambil cerita dari sudut pandang manusiawi pada diri Rahwana yang mencintai perempuan cantik jelita meski itu adalah istri orang lain. Bagaimana pun bentuk dan jenis dalam mengekspresikan kisah ini, tetap saja faktanya adalah, betapa kemudian, Ramayana ambil bagian dalam seni dan budaya sastra serta pertunjukkan di dunia, tak juga ketinggalan adalah di Indonesia.
Kata Ramayana berasal dari bahasa Sansekerta yakni ‘RÄmãyaáĦa’. Kata ini merupakan gabungan dari dua suku kata yakni kata ‘RÄmã dan ‘AyaáĦa’ yang artinya Perjalanan Rama. Namun ada juga makna lain yakni Rama dan Yana. Rama sendiri dalam kepercayaan Hindu adalah salah satu dari Awatara. Awatara adalah Tuhan yang turun kedunia ini manakala kebatilan sudah merajalela dan sudah tidak mampu lagi diatasi oleh manusia. Sudah berkali-kali Tuhan turun kedunia ini saat kebatilan merajalela. Hal ini seperti termaktub dalam sloka Bhagawad Gita 4.7-8 :
“Yadã yadã hi dharmasya glãnir bhavati bhãrata abhyutthãnam adharmasya tadãtmanam srjãmy aham paritrãnãya sãdhunãm vinãśãya ca duskrtãm dharma samsthãpanarthãya sambavãmi yuge yuge”.
artinya : Manakala kebenaran merosot dan kejahatan merajalela, pada saat itulah Aku akan turun menjelma ke dunia, wahai keturunan Bharata (Arjuna). Untuk menyelamatkan orang-orang saleh dan membinasakan orang-orang jahat dan menegakkan kembali kebenaran, Aku sendiri telah menjelma dari zaman ke zaman.
Awatara yang turun kedunia ini Ada Matsya Awatara, Narasimha Awatara, Paramasurama Awatara, dan setelah Rama adalah Sri Kresna pada zaman Mahabarata. Yana sendiri artinya Tuhan. Jadi, mengisahkan tentang Tuhan yang turun kedunia ini sebagai Awatara untuk memberantas kejahatan mengambil bentuk rupa hewan serta manusia (dalam penggambaran saat Tuhan turun ke dunia dari zaman ke zaman ini, disini nampaknya ada hukum evolusi makhluk hudup. Diawali dalam bentuk Hewan Matsya Awatara berwujud Ikan atau sepenuhnya makhluk yang hidup di air, kemudian berupa kura-kura raksasa (Kurma Awatara) yang dapat hidup di air dan darat. Kemudian pada masa berikutnya semakin sempurna yakni antara hewan dan manusia yakni Narasimha Murti berwujud manusia berkepala singa. Berikutnya semakin sempurna yakni manusia seutuhnya seperti Parasurama, Rama dan Krisna. Penggambaran ini merupakan simbul bahwa bukankah menurut ilmu pengetahuan modern awalnya hewanlah yang muncul di bumi. Seiring dengan perkembangan jagat raya semakin meningkat sehingga dihuni manusia).
Baiklah kita kembali pada kisah Ramayana ini. Seperti telah diuraikan diatas, berbagai hal dapat dipetik dan dijadikan pelajaran hidup dalam kisah Ramayana ini. Oleh karena itu saya juga akan mengambil salah satu sudut pandang dalam kisah Ramayana ini dan menginterpretasikannya serta menguraikannya dalam tulisan ini dan juga merupakan suatu implementasi pada kehidupan masa kini. Terutama sekali saat Sri Rama, Dewi Shinta, dan Laksamana berada di dalam hutan.
Saat itu khususnya Dewi Shinta sudah menjadi target penculikan dari Rahwana sang Raja Alengka karena ia menganggap Shinta reinkarnasi Dewi Banowati perempuan jelita pujaan hatinya. Rahwana menyuruh Marica patih setianya malih rupa menjadi kijang Emas. Singkat cerita, jadilah sang patih andalan Rahwana ini seekor kijang emas. Melihat seekor Kijang Emas, alangkah terpikatnya hati Dewi Shinta. Beliau ingin memilikinya, maka ia mohon kepada suaminya Sang Rama untuk menangkapnya. Sri Rama pun menyanggupinya demi rasa cintanya kepada sang Istri. Beliau memburu kijang itu masuk kedalam hutan. Namun kijang itu lincah sekali. Nampaknya si Kijang yang merupakan siluman dari Marica yang sengaja menjebak agar Sri Rama semakin menjauh dari Dewi Shinta dan Laksamana.
Sementara itu Dewi Shinta semakin resah dan khawatir saja karena sudah lama suaminya tidak juga kembali. Maka beliau memerintahkan adik iparnya yakni Laksamana untuk mencari Sri Rama.
“Tapi kak, kan saya disuruh menjaga kakak disini” bantah Laksamana. Tapi saking khawatirnya akan keselamatan sang suami, Shinta memaksa adik iparnya itu agar pergi mencari suaminya. Sempat terjadi perdebatan dan bersitegang antara keduanya. Namun akhirnya Laksamana mengalah.
“Baiklah kak, kalau kakak memaksa. Namun sebagai gantinya, saya akan membuat suatu lingkaran untuk memproteksi agar tiada satu pun makhluk hidup yang mampu memasuki areal dimana kakak berada. Dengan catatan, kakak jangan keluar dari lingkaran ini” kata Laksamana mengingatkan. Shinta mengiyakan, Laksamana pun mengucapkan mantra-mantra. Dengan lingkaran yang dimantrai ini jangan harap makhluk apapun tidak akan dapat memasuki lingkaran tersebut tanpa mengetahui “passwordnya”.
Setelah itu, Laksmana pun pergi mencari Kakaknya Sri Rama. Laksamana pun ternyata perginya juga lama banget. Shinta mulai resah dan cemas akan keselamatan suami dan iparnya. Pada saat hatinya bimbang itulah datang Rahwana dan ingin melarikan Dewi Shinta. Namun tubuhnya tersengat oleh lapisan sinar laser sehingga ia berteriak kesakitan. Tubuhnya melepuh terluka gosong. Ia pun melarikan diri. Namun ternyata Rahwana tidak mau menyerah. Memang kalau orang sudah tergila-gila terhadap sesuatu maka segala cara dihalalkan. Rahwana pun malih rupa menjadi orang tua dekil yang miskin serta sakit-sakitan dan perlu dikasihani. Hati Dewi Shinta yang berhati mulia serta welas asih itu jadi tersentuh. Memang Rahwana pandai sekali mencari titik lemah Dewi Shinta yakni sentuhlah hatinya yang paling dalam sebagaimana syair lagunya Ary Lasso.
Sempat terjadi pertentangan batin dalam lubuk hati Dewi Shinta saat ingin menolong si orang tua dekil miskin itu. Disatu sisi hatinya menolak mengingat pesan Laksamana sebelum pergi meninggalkannya tadi. Namun ia juga tidak dapat menipu hati nuraninya yang welas asih yang suka membantu orang lain. Namun akhirnya, ia lebih memilih menolong orang tua kumuh itu dan menuruti rasa welas asihnya.
Rahwana pun tertawa terbahak-bahak menang oleh siasatnya dan Shinta terlambat menyadarinya. Namun nasi sudah menjadi bubur, ia pun berhasil di culik oleh Rahwana dan dilarikan. Nah apa makna dari sesi ini dalam kisah Ramayana ini?
Shinta adalah lambang kecantikan sempurna seorang wanita. Sebagai wanita yang sangat cantik maka banyak cowok ingin mengincarnya. Baik untuk dijadikan istri maupun sekedar untuk menyalurkan gairah berahinya yang tak terbendung. Dan hal-hal seperti ini masih saja terjadi sepanjang zaman. Mengapa? Ya selain adanya manusia-manusia yang beriman dan hidup lurus sesuai ajaran Agamanya, juga tidak sedikit manusia yang beriman lemah menuruti segala nafsu keinginannya. Pengertian iman lemah dalam konteks ini bukan saja tentang akan ketertarikan terhadap wanita cantik oleh dorongan libidonya, tapi juga harta benda duniawi. Bukankah harta benda dunia sama glamournya dengan wanita cantik? Dan banyak yang menginginkannya? Ya kalau caranya halal dan benar untuk medapatkannya, tapi tidak sedikit yang memperolehnya dengan cara-cara yang haram dan tidak sesuai dengan ajaran Agama. Maka terjadilah pelanggar-pelanggaran seperti korupsi, pemerkosaan dsbnya.
Itu dari sisi lelaki yang tidak beriman. Dari sisi wanita, hati-hati menjadi wanita cantik karena Anda diincar para cowok. Ya kalau yang baik dan bermoral seperti Sri Rama maka patut disyukuri, tapi banyak juga yang seperti Rahwana. Seperti dikisahkan diatas, para wanita cantik tidak sedikit yang terpikat oleh glamournya Kijang Emas. Kijang Emas juga dapat disimbulkan sebagai harta benda duniawi. Kalau zamannya Ramayana Kijang Emas, maka zaman sekarang mobil Kijang Super dan mobil mewah kali ya he he. Kegandrungan akan Kijang Emas (harta Benda Duniawi) yang tak tertahankan membuat seorang wanita cantik menjadi gelap mata ingin memilikinya. Maka tak jarang si suami dirayu untuk mendapatkannya. Disinilah, tidak sedikit suami yang saking mencintai istrinya akan berusaha mencari dan memburunya dengan segala upaya. Bisa saja dalam perburuan Kijang Emas alias harta benda ini suami sampai tersesat jauh hingga memasuki hutan larangan yakni sampai melanggar hukum seperti misalnya…korupsi.
Juga kegandrungan akan harta benda duniawi akan membuat seorang wanita cantik akan keluar dari lingkaran Tata Susila keagamaan sehingga terjebak oleh nafsu bejat seorang cowok tidak bermoral. Cowok tidak bermoral ini mengetahui akan kelemahan si wanita cantik ini kemudian memanfaatkan sisi ini untuk merayu dan mengiming-imingi sang perempuan cantik dengan berbagai suguhan harta benda sehingga mabuk kepayanglah ia. Kalau sudah mabuk dan lupa daratan, apapun keinginan si cowok bejat seperti dilukiskan dalam wataknya Rahwana ini akan diikuti oleh si perempuan cantik. Nah ini yang saya tangkap dalam sisi kecil pada kisah Ramayana ini. Semoga dapat dijadikan pelajaran bagi kaum hawa agar lebih hati-hati, eling lan waspada dalam melangkahkan kakinya pada kehidupan yang kian rumit dan keras ini. Coba aja, Dewi Shinta yang disimbulkan sebagai wanita sempurna baik fisik maupun moral sampai terpikat oleh eloknya Kijang Emas serta akal bulus cowok bangoran seperi Rahwana yang menghalalkan segala cara untuk memikatnya. Manusia hidup di dunia ini memang membutuhkan harta benda, namun kalau terlalu berlebihan sampai melupakan harga diri untuk mendapatkannya, jelas suatu hal yang tidak baik. Apa saja kalau terlalu berlebih-lebihan akan berakibat tidak baik. Oleh karena itu, perlu mawas diri dan mampu mengendalikan hawa nafsu keduniawiannya sehingga tidak gampang diperbudak.
Saudara-saudara yang saya muliakan, tulisan ini hanyalah tafsiran saya aja dari potongan kisah Ramayana saat Dewi Shinta terpikat oleh Kijang Emas. Kalau ada manfaatnya silahkan dipakai, kalau tidak ya anggap saja sekedar tulisan iseng-iseng.
Sabtu, September 15, 2012
KELIRUMOLOGISME DAN KEKELIRUAN YANG BERDAMPAK POSITIF
Sufiks -isme berasal dari Yunani -ismos, Latin -ismus, Perancis Kuna -isme, dan Inggris -ism. Akhiran ini menandakan suatu faham atau ajaran atau kepercayaan. Beberapa agama yang bersumber kepada kepercayaan tertentu memiliki sufiks –isme (Wikipedia Bahasa Indonesia). Misalnya Buddhisme mereka yang beragama Buda, Taoisme dstnya. Ada juga Atheisme yaitu orang yang tidak percaya dengan keberadaan Tuhan dengan segala peran dalam kehidupan manusia dan alam semesta ini. Kelirumologisme? Apa pas ya disebut demikian kalau saya menulis tentang kelirumologi? Ah berlebihan ya? Tapi karena ini cenderung guyon yang mengarah ke ranah humor biarlah disebut kelirumologisme saja. (He he semoga tidak ada yang mengkritisi apalagi sampai didemontrasi bahkan disusupi provokator sehingga menimbulkan kerusuhan dimana-mana dengan mengorbankan harta bahkan….amit-amit nyawa!) Last but not least tulisan ini kan temanya kelirumologi, jadi kalau pun keliru eh malah kebetulan lagi. Kita lanjut, sufiks isme pada istilah kelirumologi disini jangan dipikirkan terlalu serius bahwa saya ini berpahaman keliru ha ha ha (biar tampang saya saja yang keliru). Ah sudahlah jangan serius-seriusan ah. Kita beringan-ringan saja. Seperti sudah saya tulis dalam catatan saya sebelumnya tentang Kelirumologi bahwa yang dimaksud Kelirumologi adalah istilah humoris untuk merujuk kepada beberapa kekeliruan logika dalam pembentukan frasa dan kata yang sudah terlalu sering dipakai pengguna Bahasa Indonesia sehingga dianggap benar. Hal ini berhubungan langsung dengan keliru. Dalam kenyataannya sehari-hari bukan sekedar istilah saja tapi dalam prilaku juga terjadi kekeliruan yang karena terbiasa dilakukan pada akhirnya mentradisi menjadi sesuatu prilaku yang dianggap “benar”.
Konon pada zaman dahulu kala ada suatu paham yang beranggapan bahwa bumi ini datar. Pada sudut-sudut tertentu ada tiang-tiang yang menyangga lagit ini. Pada zaman itu kalau ada manusia yang beranggapan lain dari itu bisa dihukum berat bahkan dihukum mati! Namun seiring dengan meningkatnya pengetahuan manusia yang berimbas pada kemajuan teknologi akhirnya manusia mengetahui dan dapat membuktikan bahwa ternyata bumi ini bulat ! Beberapa tahun yang silam saya mempunya teman kerja sekantor (kini beliau sudah pindah kerja ke kantor lain di kabupaten lain dan kabar terakhir beliau sudah pensiun). Pada suatu hari beliau curhat ke saya, “Pak Agung, kemarin saya masuk-keluar toko sepanjang Jalan Sulawesi. Tapi, satu pun dari toko-toko itu tidak ada yang menjual kain blue jean putih! Yang terjadi malah penjaga tokonya bengong kayak kebo”. Saya tidak dapat menahan rasa geli saya yang mengaduk-aduk perut ini. Bagaimana tidak? Beliau menyampaikan masalahnya dengan begitu lugu apa adanya. “Ialah Pak Wayan, mana ada toko yang menjual blue jean putih? Sudah Blue (biru) eh pakai putih lagi. Temitis (reinkarnasi) lagi 100 kali pun Pak tidak akan ketemu! Tentu saja pedagangnya bengong seperti kebo. Rasanya kebo juga ga ngerti!” kata saya. Setelah saya jelaskan beliau akhirnya mengerti dan malah ikut tertawa geli!
Beberapa penulis yang menulis tentang kelirumologi mengatakan bahwa kekeliruan manusia dalam berprilaku dan bertindak tidak selalu berdampak negatif. Bahkan beberapa diantaranya malah menguntungkan serta menjadi suatu rahmat! Disuatu Desa hiduplah seorang pemuda. Pemuda ini tidak perlu saya sebutkan namanya. Ia sudah bertahun-tahun menderita suatu penyakit. Berbagai upaya ia dan keluarganya lakukan untuk mengubati penyakit ini agar sembuh. Mulai dari dokter dari berbagai rumah sakit baik dalam negeri bahkan luar negeri. Namun tidak juga sembuh-sembuh. Bahkan kemudian juga berobat ke berbagai tabib, dukun, paranormal dan “orang pintar” lainnya, namun juga tidak sembuh-sembuh. Ia sudah putus asa, bahkan saking putus asanya suatu hari pada puncak perasaan prustasinya, ia meminum urinenya (urine=air kencing). Diluar dugaan ternyata beberapa hari kemudian penyakitnya pun sembuh total!
Kisah nyata dari suatu tindakan dan prilaku yang dianggap keliru oleh sebagian masyarakat terutama dari kalangan intelektual dan yang berpikiran mengutamakan logika adalah kasus “Batu Sakti” nya Ponari asal Megaluh Jombang Jawa Timur ini. “Dukun Cilik” yang fenomenal dan menggemparkan Indonesia beberapa tahun silam itu dari sudut pandang tertentu dapat juga dimasukkan ke ranah kelirumologi. Suatu hari Ponori bermain hujan-hujanan di halaman terbuka. Tiba-tiba petir menyambar ke arahnya. Ponori merasakan kepalanya seperti terhantam benda keras berupa batu sebesar kepalan tangan. Disusul kemudian ia merasakan sekujur tubuhnya dijalari rasa panas. Sesaat kemudia ia melihat sebuah batu sebesar kepalan tangan berwarna merah. Batu itu ia pungut dan dibawanya ke rumah. Mbok Legi nenek Ponari membuang batu tersebut ke semak-semak jauh dari rumahnya. Tapi aneh, ketika si nenek kembali ke rumahnya ternyata batu tersebut sudah kembali ditempatnya semula. Suatu hari salah seorang tetangga Ponari menderita sakit panas disertai muntah-muntah. Ponari mendatangi tetangganya itu sambil membawa “Batu Sakti” nya. Ia celupkan batu itu kedalam gelas berisi air lalu air itu ia berikan kepada si sakit. Aneh bin ajaib, si tetangga pun segera sembuh setelah meminum air tsb. Kesembuhan tetangganya oleh batunya Ponari itu dengan cepat menyebar dari mulut ke mulut sampai jauh ke daerah lain. Apalagi berbagai media massa memberitakan kejadian ini, dalam waktu singkat Ponari pun menjadi terkenal keantero tanah air bahkan manca Negara sebagai Dukun Cilik. Banyaklah pasien yang sudah menderita penyakit tahunan dan berobat kemana-mana namun belum juga sembuh kemudian datang ke Ponari. Jadi, tidak hanya mereka yang berpendidikan dan berwawasan rendah saja yang menguinjungi Ponari, bahkan orang-orang yang bangga dengan logika dan akal sehatnya pun pada berduyun-duyun mendatangi Ponari agar disembuhkan. Terlepas dari sisi logika karena tulisan ini tidak mengupas logika dukun cilik Ponari dengan batu saktinya itu, tapi menyangkut dari sudut pandang beberapa orang bahwa prilaku keliru para pasien namun (katanya) berhasil sembuh berkat minum obat air dari “batu sakti” milik Ponari. Kalau pun itu prilaku keliru akibat sugesti, namun betapapun juga kekeliruan ini membawa berkah dengan kesembuhan dari suatu penyakit yang diderita bertahun-tahun. Ponari pun mendadak kaya raya. Bahkan para tetangganya manjadi “pebisnis” dadakan. Ada yang menjual berbagai makanan terutama air mineral. Membuka jasa parkir dsbnya. Wah banyak yang diuntungkan dari suatu tindakan yang dianggap keliru ini. Nah, bukankah ini yang dapat disibut dengan kekeliruan yang berdampak positif? Ada yang penyakitnya sembuh, ada yang kaya mendadak (Ponari dan keluarga) dan kecipratan rejeki (para tetangganya Ponari yang berjualan dan jadi tukang parkir dsbnya) Why not? Ah membahas kekeliruan atau sesuatu yang dianggap keliru dalam hidup ini tentu tak habis-habisnya bukan?
Rabu, September 12, 2012
KELIRUMOLOGI
Istilah kelirumologi dicetuskan oleh Jaya Suprana. Jaya Suprana adalah seorang yang multi talenta. Sebenarnya tanpa saya sadari, saya sudah menikmati kreativitas beliau sejak saya SD di tahun 70 an. Namun saya tidak tahu kalau beliaulah dibalik semua kreativitas yang saya nikmati itu. Waktu itu zamannya tentu belum secanggih sekarang yang mana dunia komunikasi dan informasinya sangat dahsyat! Pada masa itu hiburan sangat sedikit dan bentuknya terbatas. Denpasar watu itu masih seperti sebuah kota kecamatan. Makanya bila ada suatu hiburan pastilah bakal ramai disaksikan masyarakat. Yang lagi ngetop pada masa itu dari hiburan pertunjukan tradisional dapat dihitung dengan jari. Misalnya Drama Gong Abianbase Gianyar, Drama Gong Kacang Dawa dengan lakon spektakulernya “Sukrasena”, Drama Gong Puspa Anom Banyuning Singaraja yang terkenal dengan "Sam Pek Eng Tay" nya. Drama-drama Gong itu sering mentas di Wantilan Pemedilan Denpasar (sekarang pasar Pemedilan). Ada juga wayang kulit Ida bagus Buduk yang sering mentas dari Banjar ke Banjar sebagai pelengkap upacara Panca Yadnya seperti otonan, odalan dsbnya. Ada juga beberapa gedung bioskop di pusat kota Denpasar seperti Indra dan Wisnu di Jalan Gajahmada, Jaya di Jalan Kartini (Wisata dan Kumbasari belum ada). Bioskop-bioskop itu khusus memutar film. Film yang terkenal produksi Hollywood (Amerika), Bollywood (India), Tankywood (Indonesia), dan Mandarin/Hongkong. Itu yang mendominasi pertunjukan bioskop kala itu. Namun khusus untuk pertunjukan film pada masa itu termasuk konsumsi kalangan menengah keatas (kalaupun saya dapat menonton itu pun karena nyerobot film untuk keluarga ABRI yang dilaksanakan tiap hari Jumat). Ya hanya itu sajalah hiburan yang ada. Di kalangan masyarakat kelas bawah seperti saya ini ya paling mampu menonton pertujukan gratis semisal Wayang Kulit atau belakangan muncul film misbar alias kalau gerimis atau hujan pastilah bubar! Yang notabene semuanya gratis! Film misbar biasanya di putar di lapangan terbuka yang saat itu masih ada seperti lapangan (khususnya di Desa Saya Pemecutan Kaja Denpasar Utara misalnya Lapangan SD Percobaan Tulang Ampiang Sekarang SMP 5 Denpasar?), Lapangan Paldam (sekarang tempat pameran musiman), yang lebih jauh seperti lapangan Lila Buana, Lapangan Pekambingan (sekarang sudah menjadi komplek pertokoan). Belakangan baik Gedung Lila Buana maupun Wantilan Pemedilan juga dipakai pemutaran dan pertunjukan film. Hanya saja tentu saja gedung kelas 3 (Film-film baru biasanya di putar di gedung-gedung utama seperti Wisata Theater, Denpasar Theater dan Kumbasari Theater. Gedung-gedung kelas 2 nya Indra, Wisnu dan Jaya Theater) film-film yang sudah lama dan kedaluarsa baru diputar di lapangan Misbar. Sedangkan untuk hiburan rumahan pada saat itu adanya hanya radio saja. Radio yang memutar lagu-lagu yang saat kini dikenal dengan lagu-lagu nostalgia dan legend. Misalnya dari dalam negeri seperti Koes Plus, Panbers, The Mercy, The God Bless, The Llyod dsbnya. Dari luar negeri The Beatles, The Rolling Stones, Led Zepplin, Deep Purple, Abba, dsbnya. Sedangkan Televisi muncul di Bali sekitar tahun 1975 an. Keluarga saya sendiri baru punya TV tahun 1978 tepat saat perhelatan Piala Dunia 1978 di Argentina dimana saat itu tuan rumah menjadi Juara Dunia dengan bintangnya yang terkenal Mario Kempes. Kalau bacaan yang lagi digandrungi saat itu adalah komik seperti Kho Ping Hoo, komik bergambar karya Ganesh TH dengan Si Buta Dari Gua Hantunya, Jan Mintaraga, Teguh Santosa, Absony dll. Majalah yang ngetop seperti Aktuil dsbnya. Game Elektronik dan Game Online? Kebayang saja tidak. Kebanyakan kita mainnya di alam seperti main layangan, main kelereng, main dan mancing di sungai, sepak bola dan permainan tradisional lainnya.
Kembali ke tema kita tentang kelirumologi dan pencetusnya yakni Bapak Jaya Suprana. Ya saya telah paparkan sedikit kondisi Denpasar Kota Kelahiran saya dengan situasi dan kondisinya era 70 an. Mengapa saya paparkan Denpasar era itu dan kaitannya dengan Bapak Jaya Suprana? Pada saat itu saat dimana kami sangat minim hiburan, beliau dengan perusahaan Jamu Cap Jago Semarangnya sudah merambah sampai ke pelosok-pelosok Desa antero Indonesia termasuk Bali tentunya (Waw, saya juga keliru nulis nih. Yang benar Djamu Tjap Djago,tapi karena tulisan ini tentang kelirumologi ya biar aja nulisnya keliru. Biar mantap! ). Ini bukan masalah Jamu Jagonya yang sangat terkenal waktu itu. Tapi saya menikmati kreativitas beliau waktu itu tanpa saya sadari. Saya tidak sadar karena waktu saya SD saat itu saya tidak tahu kalau Jamu jago serta segala inovasi dan kreasi beliau via Jamu Jago tidak saya ketahui. Yang saya tahu ya menikmati kreasi beliau itu.
Dengan mobil box yang bersosok unik dengan hiasan dekorasi kotak-kotak dengan berbagai warna-warni. Bila mobil ini datang dan parkir di Pusat Desa (biasanya diperempatan jalan), maka masyarakat berduyun-duyun mendatanginya. Ini bukan mereka memburu produk jamunya (maaf Pak Jaya Suprana) tapi menunggu hiburan yang akan dipertunjukkan sebagai selingan dan pemancing datangnya konsumen. Setelah dengan pengeras suara menjajakan produknya dan (mungkin) beberapa saset jamunya laku, maka akan dilanjutkan serta diselingi oleh pertunjukkan hiburan yang notabene adalah kreasinya Bapak Jaya Suprana sang pemilik perusahan Jamu Jago. Yang paling saya suka adalah beberapa orang kate yang menari-nari mengikuti irama musik. Mereka menari-nari diatas mobil bok dengan lucunya. Sekali lagi tanpa saya sadari, saya sudah menikmati kreasi beliau semenjak saya SD (saya lupa entah kelas berapa saya saat itu. Rasanya sekitar kelas 4 lah).
Belakangan setelah saya duduk dibangku sekolah menengah atas di era 80 an, kembali saya menikmati kreativitas beliau. Hanya saja kali ini dalam bentuk tulisan di koran yang disebut kolom. Awalnya saya kira ini hanya tulisan bersifat guyonan saja. Tapi logika saya jalan, masa sih kalau tulisan guyonan harian Kompas yang terkenal itu mau memuatnya? Namun setelah saya baca, saya malah jadi ketagihan. Ya karena tulisan ini ringan, gampang dicernak otak saya yang tidak cerdas dan berkesan main-main diselipi banyak selorohan. Tapi setelah saya baca ternyata isinya bukanlah hal yang boleh dibilang sepele. Nampaknya sepele tapi sebenarnya serius dan sangat menyentil kebiasaan dalam kehidupan kita dalam bermasyarakat. Beliau menyebutnya kelirumologi. Nah dari istilahnya saja sepertinya main-main dan rada guyon. Mana ada kelirumologi? Apa itu kelirumolog?. Sudah keliru pakai logi lagi. Yang umum yang pernah saya dengar dan baca ya misalnya psycologi, anthropologi, geologi dllnya. Kelirumologi? He he kok seperti guyonan? Apalagi setelah belakangan saya lebih mengetahui mengenai sosok atau profil beliau lewat media massa, saya semakin geli saja. Image saya tentang beliau adalah sosok yang sangat lucu. Ya lucu pisiknya, lucu ide-idenya, lucu krativitas dan inovasinya. Misalnya beliau adalah seorang kartunis yang tidak jauh-jauh amat dengan dunia perlucuan. Beliau seorang pengusaha, pelukis (pelukis kartun), humoris, pianis, penulis, pernah juga saya saksikan beliau sebagai presenter atau host sebuah acara talk show di salah satu stasiun televisi nasional, pencetus Musium Record Indonesia (MURI), mengadakan berbagai perlombaan yang unik-unik dan aneh serta menggelikan seperti Lomba Diam, Lomba bersiul, dan entah apalagi karena banyaknya kegiatan beliau yang unik-unik seunik sosok penampilan dan mimik beliau (Ah kalau saja ada orang yang mengadakan lomba....maaf kentut, saya ingin ikut). Beliau banyak mengorbitkan orang-orang yang bentuk fisiknya aneh. Misalnya orang dengan tubuh tertinggi di Indonesia, orang bertubuh terkecil di Indonesia. Bahkan orang-orang bertubuh pendek sudah sejak lama beliau lakukan sewaktu saya masih SD dan seperti saya ceritakan dalam awal tulisan ini. Yaitu sekelompok orang kate yang dijadikan penghibur dalam mobil box Jamu Jagonya (belakangan saya pernah dengar selentingan kalau beliau ini masih bersaudara dengan pemilik Jogger Pabrik kata-kata di Kuta. Rasanya cocok juga karena bukankah boss Jogger ini juga punya produk dengan ide yang aneh-aneh, unik, juga lucu? Coba aja pabrik kata-kata?).
Meski beliau tidak kenal saya dan tidak tahu siapa saya (padahal beliau dan saya sama-sama lahir di Denpasar). Namun bila saya kaitkan dengan beliau, saya sangat terinspirasi dengan beliau. Dan ini semenjak kecil. Belakangan juga saya mendapat motivasi dari beliau saat saya membaca disebuah media kalau tulisan-tulisan beliau yang dulunya berbentuk kolom yang dimuat di Koran Kompas diterbitkan dalam bentuk buku bertajuk KALEIDOSKOPI KELIRUMOLOGI. Saya pun menikmati tulisan-tulisan beliau tentang kelirumologi itu. Kemudian dalam salah satu seri buku kelirumologinya beliau mengundang penulis tamu untuk ikut mengisi dan mengirimkan sebuah tulisan. Tulisan yang lolos seleksi akan dimuat dalam buku beliau. Dan saya pun mencoba menulis kemudian mengirimkan kepada beliau. Saya lupa tahunnya, sekitar tahun 1999 lah. Dan....ternyata tulisan saya dimuat! Disusul kemudian sebulannya saya diberikan sertifikat dengan tanda tangan beliau (sayang sertifikat tersebut kini telah hilang!). Inilah dia, saya boleh dibilang “berjodoh” dengan beliau. Betapa tidak? Semenjak saya menyaksikan hasil kreasi beliau sewaktu saya SD di era 70 an, kemudian era 80 an saat saya SMA sangat menggemari tulisan kolom beliau di harian Kompas dan juga beberapa kartun beliau. Saya pun sebenarnya seorang kartunis dan beberapa kali kartun saya dimuat di harian lokal di Denpasar ini. Hanya saja saya tidak meneruskan bakat dan hobby saya membuat kartun ini.
Tentang kelirumologi. Terus terang saya sudah lupa apa sih deskripsi atau difinisi kelirumologi itu? Maklumlah sudah puluhan tahun yang silam saya membacanya. Lagian saya tidak sempat mengklipingnya serta tidak mengoleksi buku Kaleidoskopi Kelirumologinya. Namun untunglah saya ini kini hidup di zaman IT yang serba canggih dimana sekali klik sudah dapat informasi yang kita inginkan. Kebetulan laptop yang saya pakai mengetik tulisan ini juga berhubungan dengan Internet. Jadi, lewat Mbah Google saya telusuri saja tentang kelirumologinya Bapak Jaya Suprana. Nah ini diantarnya saya peroleh dari Wikipedia berbahasa Indonesia mengenai apakah itu Kelirumologi? Sebelumnya terima kasih kepada web Wikipedia Indonesia. Kelirumologi adalah istilah humoris untuk merujuk kepada beberapa kekeliruan logika dalam pembentukan frasa dan kata yang sudah terlalu sering dipakai pengguna Bahasa Indonesia sehingga dianggap benar. Hal ini berhubungan langsung dengan keliru. Jika diurai, 'kelirumologi' berasal dari kata 'keliru' yang artinya 'salah', dan 'logi (logos)' yang artinya 'ilmu'. Dua kata tersebut jika hendak digabungkan, maka seharusnya berbunyi kelirulogi, bukan 'kelirumologi'. Akan tetapi Jaya Suprana sengaja menggunakan kata yang 'salah' tersebut untuk sekadar menjelaskan, bahwa istilah baru yang diciptakannya memang untuk mengajak kita semua menjadi peka terhadap kesalahkaprahan. Masih berkaitan dengan uraian di Wikipedia, Beberapa pihak sangat diuntungkan oleh kelirumologi. Terutama produk-produk yang popularitasnya meningkat setelah kekeliruan ini terjadi dan masyarakat menjadikannya sebagai identitas suatu produk atau jasa dibanding mengingatnya sebagai merk. Misalnya produk Aqua atau Pentium.
Secara positif, kelirumologi penyebutan merk adalah keberhasilan upaya marketing yang salah satu tujuannya memengaruhi perilaku masyarakat terhadap kesenangan suatu produk.
Dan yang ini mengenai pencetusnya, Kelirumologi pertama dicetuskan oleh Jaya Suprana, pengusaha jamu asal Kota Semarang yang juga pendiri Museum Rekor Indonesia. Sebagai pemikir, Jaya kerapkali memperdalam berbagai literatur baik dari buku maupun media lainnya untuk mempelajari kekeliruan yang terlanjur dianggap benar di tengah masyarakat. Dari hasil olah pikirnya itu, Jaya menerbitkan buku berjudul Kaleidoskopi Kelirumologi. Buku tersebut mengajak pembaca agar lebih kritis terhadap semua hal yang dianggap benar padahal sebenarnya salah. Jadi, kelirumologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kekeliruan menyebutkan suatu kata atau kalimat yang sudah dianggap benar di tengah masyarakat.
Karena gagasannya, tokoh dengan segudang julukan ini (antara lain: pianis, kartunis, seminaris, humorolog, jamulog, kelirumolog), Jaya Suprana dikenal sebagai Bapak Kelirumologi.
Dulu, secara berkala, Jaya Suprana juga menuliskan artikel-artikel tentang kelirumologi di majalah bulanan Indonesia Intisari, setiap artikel membahas sebuah istilah yang salah kaprah.
Nah demikianlah tentang kelirumologi serta pencetusnya. Meski terkesan ide serta tema tulisan beliau itu guyon, namun kalau direnungkan bukan lagi sekedar guyon nyerempet humor tapi sebenarnya menyentil cara pikir dan berprilaku kita dalam masyarakat menyikapi dan berkaitan dengan tatanan kehidupan yang berlaku di masyarakat, bangsa dan negara. Salah satu contohnya dalam kehidupan keseharian, saya ambil saja perilaku kita berlalu lintas di jalan raya. Misalnya saat kita melewati sebuah Traffic Light (Lampu pengatur lalu lintas). Warna yang paling umum digunakan untuk lampu lalu lintas adalah merah, kuning, dan hijau. Merah menandakan berhenti atau sebuah tanda bahaya, kuning menandakan hati-hati, dan hijau menandakan boleh memulai berjalan dengan hati-hati. Namun dalam prakteknya kenyataannya tidaklah demikian. Saat saya melaju melewati traffic light ini, sebenarnya saya sadar dan masih ingat dengan peraturannya dan ingin taat dengan peraturan tentang lampu rambu lalulintas ini. Misalnya lampu kuning mengisyaratkan hati-hati dan mengurangi kecepatan untuk siap-siap berhenti karena warna berikutnya adalah menyalanya lampu merah tanda berheti. Tapi dalam kenyataannya justru lampu kuning malah kebanyakan para pengguna lalu lintas justru menancapkan gas kendaraannya kencang-kencang. Ya termasuk saya juga. Soalnya kalau saya pelan-pelan, wah malah saya bisa “disikat” dari belakang oleh pengendara lainnya. Ya terpaksalah ikut tancap gas cari selamat! Nah lama-kelamaan akan terjadi kekeliruan pemahaman bahwa LAMPU KUNING PADA TRAFFIC LIGHT ADALAH UNTUK TANCAP GAS kendaraannya. Nah inilah yang dimaksud keliru dalam berprilaku atau berlalu lintas dalam hal ini. Hal-hal yang seperti inilah yang dibahas dalam kelirumologi dalam bentuk tulisan selama dan sementara ini. Kasus Traffic Light hanyalah salah satu contoh kecil saja. Kekeliruan yang sering dilakukan yang pada akhirnya kekeliruan ini mentradisi kemudian dianggap benar! Masih banyak lagi prilaku keliru dari kita keseharian yang tentunya tidak akan habis-habisnya kalau dibahas dalam tulisan atau pun seminar dsbnya. Sekarang kita sedikit paham mengenai apakah KELIRUMOLOGI itu.
Langganan:
Postingan (Atom)