Kamis, Oktober 21, 2010

PANDAI MENASIHATI TAPI TIDAK BISA MEMBERIKAN CONTOH


“Anak-anak morokok itu tidak baik karena dapat mengganggu kesehatan baik kesehatan sendiri maupun orang lain disekitarnya” demikian nasihat seorang guru kepada murid-muridnya saat mengajar di kelas. Anehnya Pak Guru yang memberikan nasihat itu malah asik menghisap-hisap rokoknya dan menghembuskan asap rokoknya keudara sehingga udara di ruangan kelas dipenuhi asap rokok dan tercemar. Beberapa murid yang ikut menghirup asap rokok itu sampai terbatuk-batuk. Itu hanyalah sebuah ilustrasi dimana dalam ilustrasi diatas digambarkan bahwa kadangkala seseorang begitu pandai menasihati orang lain akan tetapi tidak disertai contoh nyata dari si pemberi nasihat.
Mengapa saya membuat ilustrasi seperti diatas? Ya karena saya mengalaminya sendiri. Beberapa hari yang lalu tepatnya hari Jumat tanggal 14 Oktober 2010 seseorang menasihati saya. Orang itu sebenarnya lebih muda 2 tahun dari saya. Disini saya bukan mempersoalkan usianya dia yang lebih muda dan menganggapnya lancang menasihati orang yang lebih tua darinya yakni saya ini. Tidak, saya bukan orang –setidaknya merasa – berpikiran kolot seperti itu. Saya tidak diskriminatif soal usia dalam hal-hal tertentu seperti masalah nasihat ini. Yang menimbulkan ganjalan dihati saya sampai saat ini adalah orang yang menasihati saya itu persis seperti Pak Guru yang menasihati murid-muridnya seperti yang di ilustrasikan dalam pembukaan tulisan ini.
Kejadiannya begini, saat itu saya dipanggil karena beliau (beliau yang oleh karena beberapa syarat terpenuhi ditunjuk dan dipercaya menjadi seorang kepala). Saya dan seorang teman (sebenarnya ada 4 teman, 2 orang lainnya permisi pulang) dipanggil oleh beliau (mungkin atas laporan seseorang. Saya bilang mungkin karena saya tidak melihat. Tapi saya berani bilang mungkin karena tanpa laporan seseorang apa mungkin beliau mengetahui mengingat ruang beliau dengan tempat saya bicara berjarak 10 meter dan dihalangi oleh tembok-tembok dan beberapa ruangan? Ini logika lho). sebenarnya saya guyon saja nyeletuk begini, “Ya, kalau saya ingat uangnya akan saya kembalikan”. Kata-kata itu keceplosan begitu saja saat seorang teman menanyakan apakah uang transport yang saya dan kawan-kawan lainnya terima itu pemberian atau pinjaman kantor yang menugaskan saya mengikuti suatu acara (acara/tugas kantor tentunya) di luar daerah? Dan apakah akan dikembalikan? Celetukan saya yang keluar begitu saja dari pikiran alam bawah sadar saya itu rupanya ada salah seorang rekan menyampaikannya ke atasan saya itu. Disinilah saya menerima nasihat yang mirip banget dengan apa yang disampaikan Pak Guru dalam ilustrasi diatas pada muridnya. “Pak Agung yang namanya meminjam itu pasti mengembalikan”.
Ya kalau kita meminjam (apapun itu kan Pak?) mesti mengembalikannya. Jadi ingat minjam, ingat mengembalikannya. Tentu saya terima dan senang banget menerima nasihat itu….seandainya saya dan kawan-kawan selalu melihat contoh seperti apa yang dinasihati itu. Tapi disinilah persoalannya. Kadangkala seseorang begitu pandainya menasihati orang lain tapi sayang tidak disertai contoh, tentu saja yang paling penting adalah contoh dari orang yang memberikan nasihat tersebut. Nah kenapa kemudian muncul celetukan saya yang spontan itu? Celetukan saya itu adalah celetukan yang keluar dari alam bawah sadar saya yang selama ini sering disuguhi hal-hal yang tidak sesuai antara perkataan dan perbuatan. Terutama sekali oleh beliau yang memberikan nasihat. Semua itu terekam oleh alam bawah sadar saya dan terakumulasi lalu terlontar dalam celetukan tersebut. Coba saja, beliau pernah meminjam wireless milik kantor yang notabene juga berarti milik pemerintah (karena tempat saya kerja ini lembaga pemerintah). Tapi sampai 4 bulan barang tersebut tidak juga dikembalikan ke kantor sehingga muncul pikiran, ini barang mau dipinjam atau mau dimiliki sendiri? Kalau pun akhirnya dikembalikan itu bukanlah dikembalikan secara tulus ke kantor, tapi karena trik teman-teman saja. Sebab kalau langsung meminta beliau mengembalikan itu tidak salah, hanya ini menyangkut perasaan yang ewuh pakewuh saja dari para bawahan terhadap atasannya (meski sudah dikembalikan namun barang tersebut dalam keadaan rusak dan tidak lengkap. Padahal saat dipinjam dalam keadaan baik dan utuh).
Apa yang saya sebutkan itu hanyalah satu contoh saja. Saat ini beliau masih meminjam LCD Proyektor beserta layarnya (sampai saat ini tanggal 22 Oktober 2010 belum juga dikembalikan setelah sebulan dipinjam). Tulisan yang saya buat ini bukanlah untuk bermaksud menjelek-jelekkan seseorang, tetapi marilah kita menjadi insan yang baik dan benar (apakah kita ini insan pemerintah atau swasta yang penting sebagai warga Negara Indonesia sehingga kelak kita menjadi Negara yang dikenal sebagai bangsa yang bersih dan dihormati. Apaka lagi sebagai abdi Negara seperti PNS misalnya. Sebab waktu kita disumpah salah satu bunyi teksnya adalah lebih mengutamakan tugas dari pada kepentingan pribadi. Dapat membedakan mana tugas dan mana kepentingan pribadi tentunya). Dipemerintahan, seorang atasan (sama dengan seorang guru di sekolah) dapatlah menjadi contoh, sehingga saat beliau memberi nasihat kepada bawahannya si bawahan dapat menerima dengan legowo. Bagaimana si bawahan mau menerima nasihat dengan tulus dan senang hati kalau si atasan yang memberikan nasihat tidak dapat memberikan contoh? Seorang pemimpin adalah di depan member contoh dan menjadi teladan, ditengah-tengah dapat memberikan semangat, dan dibelakang mengawasi. Ahya, saya lupa kalau seorang kepala itu itu belum tentu seorang pemimpin. Kepala adalah jabatan. Jabatan yang dipercayakan kepada seseorang untuk memimpin sebuah lembaga. Tapi pemimpin? Ada yang bilang pemimpin itu dilahirkan. Jadi seseorang yang punya bakat sebagai pemimpin sudah dibawa semenjak ia lahir, contohnya Bung Karno (benar tidaknya, anda cari saja di buku-buku atau di web-web yang kini begitu banyak tersebar di dunia “maya” tentang apa itu pemimpin dan apa itu kepala serta apa perbedaannya). Dan beliau ini bisa saja hanya seorang kepala tapi bukan seorang pemimpin.
Terlepas apakah beliau itu seorang kepala atau pemimpin bukanlah topik utama tulisan ini. Yang paling penting disini adalah JANGANLAH HANYA BISA MENASEHATI, NAMUN BERIKANLAH CONTOH sehingga orang-orang yang menerima nasihat anda merasa senang dan berterima kasih. Lha, bagaimana mau menasihati orang lain kalau diri sendiri saja tidak dapat memberikan contoh?