Rabu, Juli 15, 2009

KEPUASAN BATIN SEORANG TUTOR


“Selamat Sore Pak Tutor!”, itulah kata-kata yang selalu kudengar setiap malam minggu (hari sabtu jam 18.00 wita).

Kata-kata itu diucapkan serempak oleh sekitar 70 warga belajar Kejar Paket C “Saraswati” dimana aku mengabdikan diriku menjadi seorang Tutor merangkap wali kelasnya.

Tutor adalan sebutan guru pada Pendidikan Non Formal atau Pendidikan Kesetaraan Kejar Paket. Apakah itu kejar Paket A, B, atau C.

Sebagai PNS yang bertugas di jajaran PNF (Pendidikan Non Formal), jabatanku adalah tenaga fungsional yang bertugas di Sanggar Kegiatan Belajar yaitu sebuah lembaga Unit Pelayan Teknis (UPT) Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Denpasar. Atau juga sering disebut Pamong Belajar. Dan aku adalah Pamong Belajar Penyelia. Suatu jabatan untuk Golongan III/d non sarjana.

Salah satu Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) Pamong Belajar adalah melaksanakan proses belajar mengajar pada Pendidkan Non Formal.

Di UPT SKB Kota Denpasar ini, aku ditunjuk oleh Penyelenggara cq Kepala SKB mendampingi adik-adik kita warga belajar Kejar Paket C kelas 1 atau kelas X.

Dalam melaksanakan tugasku, aku enjoy saja kendati saat ini para tutor Paket C di SKB ini tidak mendapat honor lagi sejak awal tahun 2009 ini.

Ini dapat aku maklumi karena Paket C bersifat swadaya (mungkin kalau kelak pemerintah melaksanakan wajib belajar 12 tahun, saat itulah Paket C akan memperoleh kucuran dana dari pemerintah RI).

Yah, anggap saja meyadnya dan ini sesuai dengan ajaran agama yang kuanut seperti tersirat dalam kitab suci Bagawad Gita Bab IV tentang Jnãna Yoga tepatnya sloka 33 sbb:

Srayãn draryamayã yajnay
Jnãnayajnah paramtapa
Sarnam karmã ‘kulam pãrtha
Jnãna perisamãpyate

Artinya :

Persembahan berupa ilmu pengetahuan
Lebih bermutu dari pada persembahan materi
Dalam keseluruhan kerja ini
Berpusat pada ilmu pengetahuan

Atau dalam bahasa kesehariannya adalah :
Jangan berikan ikan, lebih baik berikan kail.

Menjadi Tutor adalah tugas mulia karena dapat mengangkat nasib masyarakat yang terpinggirkan dalam bidang pendidikan.

Ya, warga belajar Kejar Paket adalah warga masyarakat yang terpinggirkan karena beberapa faktor antara lain faktor ekonomi, faktor geografis (jauhnya letak sekolah seperti yang dialami oleh warga masyarakat pedalaman dan sukun terasing di beberapa daerah Indonesia), faktor kelalaian warga bersangkutan atau keluarganya (salah pergaulan) dan beberapa faktor lain yang menyebabkan terhambatnya atau drop outnya mereka dari komunitas Pendidikan Formalnya.

Kini aku baru merasa ada kebanggan menjadi seorang Tutor. Waktu masih muda (mungkin waktu SD), bagaimana guru-guruku selalu berkata, Bapak (atau Ibu) guru merasa begitu bangga jika murud-muridnya berhasil menjadi “orang”. Padahal aku tahu waktu jaman itu penghasilan guru sangatlah jauh dari pantas utuk menunjang kehidupan keluarganya. Toh beliau tetap bangga menjadi guru.

Kini setelah berkecimpung pada profesi yang hampir sama (bedanya guru mengajar di penididkan formal sedangkan tutor mengajar di pendidikan non formal) aku rasakan apa yang dirasakan oleh Bapak dan Ibu guruku itu.

Ya, kebanggaan seorang pendidik atas berhasilnya sang anak didik tidak dapat diukur oleh uang. Lebih-lebih bagiku yang berkecimpung dalam Pendidikan Non Formal ini karena yang ku urusi adalah warga masyarakat yang bermasalah. Ya masalah ekonomilah salah satu faktornya sehingga mereka tidak dapat masuk ke sekolah format, juga masalah kelewatan umur dsbnya.
Ya, hanya pendidikan non formalah yang mampu menampung mereka karena faktor-faktor tsb. diatas.

Pendidikan Non Formal tidak mengenal diskriminatif. Misalnya diskriminatif terhadap kemampuan ekonomi warga masyarakat, diskriminatif terutama juga pada usia belajar sasaran didik. Padahal dalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak tercantum batasan usia peserta didik. Yang tersirat pada ayat-ayat UUD 1945 ini malah menyangkut hak setiap warga negaranya memperoleh pendidikan bahkan wajib.

Misalnya pasal 31 ayat 1 berbunyi; Setiap warga Negara berhak memperoleh pendidikan. Kemudian ayat 2 berbunyi ; setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Selanjutnya pada pasal 3 tersirat bahwa pemerintah meyelenggarakan pendidikan beserta sistem pendidikannya untuk meningkat kualitas hidup warga negaranya.

Nah, dalam pasal-pasal yang menyangkut pendidikan itu jelas tidak ada ayat-ayat yang diskriminatif, bukan?. Tapi kenyataannya masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi dan juga lewat umur tidak dapat di tampung dalam pendidikan formal. Sehingga sebagai alternatifnya kitalah insan pendidikan non formal yang menangani mereka. Itulah yang kumaksud salah satu unsur bahwa warga yang kita tangani di pendidikan non formal (cq Kejar Paket) adalah warga masyarakat sasaran didik yang bermasalah.

Namun justru disinilah tantangannya. Mendidik warga masyarakat yang bermasalah tentu banyak tantangannnya. Namun bila mampu mengatasinya kita selaku pendidik (Tutor) sangatlah bangga. Kita berhasil menyelamatkan mereka yang tadinya sudah tidak ada harapan menjadi punya harapan dalam bidang pendidikan.

Kita berhasil mendaur ulang “sampah” yang tadinya tidak berguna menjadi sesuatu yang berguna. Nah, bukankah ini sangat membanggakan sekali?
Aku masih ingat beberapa tahun yang lewat. Pada saat itu ada suatu wacana politik dimana para caleg harus memiliki syarat “serendah-rendahnya berpendidikan SMA”.
Wacana ini menyebabkan lembaga pendidikan dimana aku mengadikan diriku menjadi tutor diserbu oleh para caleg yang rata-rata sudah lewat umur ini.

Itu hanyalah sebagian kecil contoh bagaimana peranan pendidikan non formal itu penting juga dalam meningkatkan kualitas pendidikan (SDM) serta kualitas harga diri masyarakat dalam bidang pendidikan.

Kalau saja tidak ada pendidikan non formal ini entah bagaimana ya nasib para caleg tersebut.
Sekali lagi, aku bangga menjadi seorang Tutor. Dari segi materi memang tidak dapat diharapkan, tetapi kepuasan batin yang kuperoleh tak dapat dinilai dengan materi.

Suatu hari ketika aku makan di warung nasi, tiba-tiba seorang pemuda mendekatiku sambil mengulurkan tangannya bersalaman. “Pak masih ingat dengan saya?”. Kuamati wajahnya sambil mengingat-ingat. Namun ingatanku akan pemuda ini tak juga muncul-muncul.

“Saya murid Bapak”, katanya lebih lanjut. Lalu ia memperkenalkan namanya. Ternyata ia adalah muridku angkatan ke 2. kalau tidak salah dia tamatan tahun 2004. Ia bercerita bahwa kini ia sudah kuliah disebuah Perguruan tinggi di kota ini. Yang lebih membuat aku terharu ternyata ia sudah diangkat menjadi PNS bahkan satu instansi induk lembaga tempat aku bekerja. Hm, muridku ini kini sudah jadi “orang”. Sudah kerja, sambil kuliah lagi.

Tak terasa mataku menjadi basah saking terharunya.
Mantan muridku ini yang ketika melamar jadi warga belajar di Kejar Paketku umurnya sudah cukup melewati batas ketentuan kalau ia belajar di sekolah formal (SMA). Untung ada Kejar Paket C, kalau tidak ya sampai disana saja nasibnya.

Jadi sekali lagi, orang-orang seperti muridku ini (yang sudah tidak ada harapan lagi diterirama di sekolah formal) nasibnya terselamatkan berkat adanya pendidikan kesetaraan Kejar Paket ini. Ya, inilah kepuasan batin seorang Tutor ketika muridnya berhasil menjadi "orang".
Sudah ratusan warga belajar Kejar Paket yang berhasil kami luluskan melalui Ujian Nasional. Diantaranya ada yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Ada yang bekerja dan berbagai profesi lainnya.

Kita harapkan masyarakat dapat menghargai pendidikan non formal ini. Dan arah kesana nampaknya sudah mulai berhasil. Kini masyarakat sudah tidak gengsi lagi untuk belajar di Kelompok-kelompok belajar baik Kejar Paket A, B, dan C.
Marilah kita KEJAR ilmu dengan belajar di KEJAR PAKET. Di KEJAR kita bisa beKErja sambil belaJAR. KEJAR, kejarlah ketertinggalanmu dalam bidang pendidikan.

Tidak ada komentar: