Rabu, Agustus 05, 2009

KISAH KISAH SEPUTAR SUKA-DUKA MENJADI TUTOR





Setiap orang memiliki masa lalu, itu sudah pasti. Tanpa masa lalu kita tidak mungkin mempunyai masa kini dan masa depan atau masa yang akan datang. Masa kini tidak dapat dipisahkan dengan masa lalu. Atau masa lalu adalah bagian dari pada masa kini serta masa depan. Semua unsur waktu itu adalah bagian dari pada proses perjalanan hidup manusia yang juga merupakan bagian dari makhluk hidup dan alam semesta.

Aku akan membahas masa laluku, tapi masa lalu yang kumaksud disini adalah awal aku memulai profesiku sebagai seorang tutor. Masa-masa awal yang berat dan penuh tantangan dan rasanya sayang untuk dilupakan begitu saja.

Aku mulai menjadi tutor Pendidikan Kesetaraan Kejar Paket pada tahun 1998. Dimulai dari mejadi tutor Kejar Paket B. Menjadi tutor Kejar Paket sudah merupakan salah satu tugas pokok Pamong Belajar Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Menurut SK MenPAN No. 25/KEP/MK.WASPAN/6/1999 Bab I Pasal 3. pamong belajar mempunyai tiga tugas pokok, yaitu:

a. melaksanakan pengembangan model program pendidikan luar sekolah, pemuda, dan olahraga.
b. melaksanakan kegiatan belajar mengajar dalam rangka pengembangan model dan pembuatan percontohan program pendidikan luar sekolah, pemuda, dan olahraga; dan
c. melaksanakan penilaian dalam rangka pengendalian mutu dan dampak pelaksanaan program pendidikan luar sekolah, pemuda dan Olahraga.

Dengan demikian, menjadi tutor Kejar Paket bagi seorang Pamong Belajar SKB wajib hukumnya.
Pada tahun 1998 para pamong belajar SKB (waktu itu masih bernama UPTD SKB Denpasar Kota) melaksanakan identifikasi di 3 kecamatan Kota Denpasar. Hasil identifikasi terhadap kebutuhan belajar warga masyarakat itu berhasil menjaring calon warga belajar Kejar Paket B. Dari hasil identifikasi itu UPTD SKB Denpasar Kota kemudian membentuk kelompok-kelompok belajar dibeberapa Kelurahan dan Desa di Kecamatan Denpsar Timur dan Denpasar Selatan. Antara lain di Desa Penatih Dangin Puri, Desa Kesiman Petilan, Desa Sanur Kaja Kecamatan Denpasar Timur dan di kampus UPTD SKB Denpasar Kota. Proses belajar mengajar dilaksanakan mulai bulan Juli tahun 1998. Aku sendiri mendapat tugas sebagai tutor Kejar Paket B di Desa Penatih Dangin Puri.

Dalam tulisan blogku kali ini, aku akan menulis seputar pengalamanku dan teman-teman tutor lainnya yang bertugas di Desa Penatih Dangin Puri. Suatu pengalaman yang sarat dengan berbagai tantangan, halangan/kendala serta cobaan berat lainnya. Tentu tak akan pernah kulupakan sepanjang hayatku.

Memotivasi Calon Warga Belajar
Mengajak warga masyarakat untuk belajar di kelompok belajar (Kejar) paket tidaklah mudah. Sesuai denga sebutannya yakni Kejar, kita betul-betul harus mengejar para calon warga belajar ini. Memotivasi mereka dan menjelaskan akan pentingnya pendidikan.

Untuk itu memang perlu memilki kemampuan dalam melakukan pendekatan terhadap sasaran didik ini. Maklumlah, mereka adalah orang-orang yang bermasalah. Bermasalah dalam artian berkaitan dengan berbagai masalah seperti masalah ekonomi sehingga membuat mereka tidak mampu melanjutkan pendidikannya di pendidikan formal.

Faktor-faktor yang paling sering mempengaruhi kegagalan mereka melanjutkan pendidikan formalnya antara lain yang paling signifikan adalah faktor ekonomi. Oleh karena itulah faktor ekonomilah yang lebih mereka perhatikan dari pada pendidikan. Tidak berpendidikan, manusia masih bisa hidup tapi kalau tidak makan bagimana bisa hidup? Demikian dasar pemikiran mereka.

Dengan demikian, konsep KEJAR yaitu bekerja sambil belajar lebih cocok diterapkan dalam menjaring mereka. Berikan mereka mencari pekerjaan dahulu, kemudian sisa waktu yang masih dimiliki inilah kita isi dan ajak mereka belajar. Jadi, bekerja dulu belajar kemudian.

Jika tidak demikian, jangan harap kita akan berhasil mengajak mereka untuk belajar. Bahkan kita akan mendapat tantangan keras terutama sekali oleh orang tua dan keluarganya karena calon warga belajar ini merupakan tulang punggung keluarga.

Kata-kata seperti misalnya : buat apa belajar, itu tetangga kami yang sudah belajar sampai perguruan tinggi dan kini sudah sarjana saja masih menganggur dan belum mendapat pekerjaan. Atau, saudara mengajak anak saya belajar, lalu siapa yang mencari nafkah dan memberi kami makan serta kebutuhan kami sehari-hari?

Ucapan-ucapan senada itulah yang kami terima saat melaksanakan identifikasi. Hal ini dapat kami maklumi. Kami sadar bahwa usaha kami mengajak putra-putrinya atau anggota keluarganya itu seolah-olah merampas orang yang menjadi pahlawan ekonomi keluarganya. Jadi sekali lagi kita perlu memiliki trik-trik khusus dan pendekatan yang persuasive terhadap mereka.

Itulah sebabnya ciri Pendidikan Kesetaraan ini salah satunya harus fleksibel. Fleksibel terhadap tempat belajar, usia sasaran didik dan waktu belajar. Misalnya saja fleksibel terhadap waktu, jika para warga belajar bekerja dari pagi sore hari, maka kita pilih waktu belajarnya malam hari. Seperti yang kami laksanakan pada Kejar Paket-Kejar Paket yang kami bentuk dibeberapa Desa yang sudah kami sebutkan diatas. Waktu belajar yang ideal adalah mulai jam 16.00 sampai dengan jam 21.00 wita. Dengan demikian, disini tidak ada pihak yang dirugikan terutama sekali pihak warga belajar. Pagi sampai sore bekerja, malamanya belajar (KEJAR).

Jemput Bola
Pada saat melaksanakan proses belajar pun kami menghadapi berbagai kendala. Misalnya warga belajar yang bermalas-malasan datang belajar ke tempat belajar. Untuk itu, sebagai tutor kita tidak boleh bersikap formal sebagaimana guru di pendidikan formal. Para tutor harus lebih dulu datang dan menunggu di tempat belajar. Jika tutor belakangan datang dan belum hadir ditempat belajar niscaya para warga belajar akan kembali ke rumahnya masing-masing.
Tak jarang juga kami harus menjemput mereka ke rumahnya masing-masing kemudian membonceng satu persatu ke tempat belajar.

Kendala Cuaca serta Cara memotivasi Diri
Kendala lainya adalah masalah cuaca yang kurang bersahabat. Terutama sekali saat-saat musim penghujan. Pada musim penghujan biasanya warga belajar malas keluar rumah untuk diajak belajar. Mereka lebih memilih tidur dan sembunyi dibalik selimut kedinginan. Demikian juga dengan para tutor. Tutor yang professional, idialis dan memiliki tanggung jawab moral serta memiliki komitmen mengabdikan diri di Pendidikan Non Formal cq Pendidikan Keserataan Kejar Paket tentu akan melaksanakan tugasnya tanpa memperdulikan faktor gangguan cuaca ini. Tidak demikian halnya terhadap tutor yang tidak professional. Syukurlah, kawan-kawan yang bertugas di desa Penatih Dangin Puri ini adalah orang-orang yang professional dan memilki komitmen dan jiwa pengabdian terhadap nusa dan bangsa melalui pendidikan kesetaraan ini.

Dalam menjalani tugas sebagai tutor tak jarang juga timbul kendala yang muncul dari dalam diri sendiri. Misalnya saat-saat seperti mengahadapi cuaca yang tidak ramah. Sebagai suatu contoh, aku pernah terjebak banjir di tengah jalan saat hujan tiba-tiba turun deras. Sebagai tutor yang professional dan bertanggung jawab, aku tetap saja menerobos hujan deras itu menuju tempat belajar Kejar Paket B. Sampai kemudian aku tidak dapat melanjutkan perjalanan karena sepeda motorku mesinnya mati dan macet ditengah jalan. Mana listrik mati lagi sehingga jalan di pedesaan tersebut gelap gilita. Saat itu jam tanganku menunjukkan jam 20.00 wita (aku dapat ngajar jam ke 2 sesuai jadwal).

Kondisi seperti ini sempat meruntuhkan mentalku. Betapa terasa berat saat-saat seperti itu melaksanakan tugas mengabdikan diri kepada nusa dan bangsa. Sementara pada saat bersamaan aku bayangkan teman-teman yang non Pamong Belajar tidur nyenyak atau mungkin sedang bercengkrama dengan keluarga sambil minum kopi hangat dan sepiring pisang goreng sambil menonton tayangan sinetron di TV.
Akan tetapi bayangan pesimistis itu segera buyar digantikan dengan rasa besar hati tatkala aku bayangkan wajah Ki Hajar Dewantara. Aku bayangkan bagaimana pengabdian beliau pada masa lalu dibidang pendidikan untuk memajukan bangsanya. Betapa beliau begitu gigih dan tanpa pamrih mendidik bangsanya agar maju dan sejajar dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia ini.

Aku juga membayangkan bagaimana guru-guru di tempat-tempat terpencil seperti pedalaman Kalimantan, Papua dan daerah lainnya yang geografisnya begitu berat dan sulit dijangkau seperti sering kulihat tayangannya di TV. Apa yang kulakukan ini masih belum seberapa dibandingkan yang dilakukan oleh para pahlawan pendidikan itu. Apalagi secara geografis Kota Denpasar tidaklah seberat medan binaan mereka itu. Membayangkan mereka, semangatku kembali bangkit dan tumbuh bahkan bangga menjadi seorang tutor.

Ya, begitulah caraku untuk memotivasi diri agar memiliki semangat dalam melaksanakan pengabdianku kepada bangsa dan negara dengan menjadi tutor Pendidikan Kesetaraan ini. Padahal kalau diingat-ingat pada saat itu para Pamong Belajar belumlah mendapat tunjangan professional.

Lain halnya ketika mengajar di kampus SKB Denpasar Kota. Saat musim hujan aula gedung SKB bocor keras sehingga ruang belajar digenangi air. Apalagi ruang belajar ini area bagian tengahnya lebih rendah sehingga air yang tumpah disana menjadi kolam renang. Kondisi ruangan seperti ini tentu sangat menggangu proses belajar mengajar. Bahkan warga belajar terpaksa jongkok di kursi agar betis mereka tidak terendam air.

“Adik-adik, hari ini pelajaran kita adalah berenang “, selorohku sehingga para warga belajar serempak tertawa. Selorohan untuk membangkitkan suasana belajar agar kita tidak murung dan pesimis.

Selain kendala cuaca seperti diatas, kami juga pernah di kejar-kejar anjing sepanjang jalan di Desa Penatih Dangin Kuri. Ada juga pengalaman horor yang dialami oleh rekan kami (Aku belum pernah mengalaminya dan memang berdoa agar tidak mengalaminya).

Ceritanya begini, saat itu rekan kami Pak Made Suadra, BA akan mengajar Matematika di Kelompok Belajar Paket B Desa Penatih Dangin Puri. Sebagai tutor yang memiliki desiplin yang tinggi, 1 jam sebelum acara dimulai beliau sudah menunggu di beranda Kantor Desa setempat (tempat proses belajar mengajar dilaksanakan). Saat itu jarum jam tangan beliau menunjukkan angka 7.30. Suasana di sana sudah gelap dan sangat sepi. Maklumlah penerangan berupa lampu pijar 25 watt yang tergantung di beranda kantor itu sangat terbatas sinarnya sehingga tidak mampu menerangi halaman kantor itu sampai kepojok dan sudut-sudut halaman.

Selagi menunggu warga belajar tiba-tiba ada sinar api dibawah pohon kepuh (sejenis pohon yang dianggap angker oleh masyarakat Bali). Pada saat itu tidak ada pikiran horor dibenak beliau. Beliau menyangka ada orang yang sedang merokok dibawah pohon. Sebagai seorang perokok, beliau berfikir ada teman yang diajak merokok. Rencananya beliau ingin minta api sebagai basa-basi perkenalan dan teman ngobrol. Namun ketika beliau sudah dekat di tempat api tadi, tiba-tiba saja api itu padam. Dan beliau tidak menemukan siapapun disana. Bahkan diubok-obok pun tempat itu tidak ketemu dengan “perokok” tadi.

Demikian pengalaman-pengalam kami sebagai tutor yang penuh dengan romantika duka .
Selain duka tentu juga ada sukanya. Misalnya saja setelah melaksanakan proses belajar mengajar dengan serius dan sungguh-sungguh, kemudian tatkala semua warga belajar binaan kami di Kecamatan Denpasar Timur dan Denpasar Selatan itu berhasil lulus 100% dalam mengikuti UNPK, inilah rasa suka dan bangga yang kami rasakan. Tak sia-sia lah segala jerih payah kami karena berhasil menuntaskan Wajib Belajar 9 tahun mereka.

Demikian rasa suka dan duka yang akan selalu mengiringi kami dalam melaksanakan pengabdian kepada nusa dan bangsa dalam jalur Pendidikan Non Formal terutama sekali Pendidikan Kesetaraan Paket A, B, dan C serta Keaksaran Fungsional (KF).

Saat ini kondisi Pendidikan Kesetaraan sudah semakin baik. Masyarakat dalam hal ini masyarakat Kota Denpasar sudah mulai percaya dengan Pendidikan Kesetaraan ini. Lain halnya pada masa awal-awal pembentukan kelompok-kelompok belajar Kejar Paket beberapa tahun yang lalu, menjelang tahun ajaran baru, kita para Pamong Belajar SKB Denpasar Kota akan menyebar ke desa-desa untuk menjaring warga belajar, kini para warga belajar sudah mau datang ke kantor kami untuk mendaftarkan diri mengikuti Pendidikan Kesetaraan baik itu Paket A, Paket B terutama sekali Paket C.

Kami tak perlu lagi mengejar-ngejar calon warga belajar seperti berburu di hutan. Kami harapkan semoga kesadaran masyarakat makin baik dan memahami betapa pentingnya pendidikan. Kututup tulisan ini dengan kalimat bijak produk kearifan local warisan leluhur kita, “Amalkanlah ilmu-ilmu yang kamu miliki kepada mereka yang membutuhkan”.

Tidak ada komentar: