Sabtu, Oktober 15, 2011

TERINSPIRASI DAN TERMOTIVASI OLEH ORANG-ORANG YANG BERHATI MULIA


Hati saya selalu tergetar kalau melihat orang-orang yang berhati mulia dan berjiwa sosial. Lebih-lebih kalau mereka berprofesi pendidik dan berkecimpung dalam dunia pendidikan. Kemarin malam Sabtu 15 Oktober 2011, hati saya juga tergetar dalam tayangan Kick Andy di Metro TV tentang seorang wanita muda bernama Sinta Ridwan (kalau ga salah begitu namanya). Seorang penderita Lupus yang menurut dokter hidupnya hanya tingal 10 tahun kedepan. Ia juga menulis buku tentang kisah hidupnya dengan judul “BERTEMAN DENGAN KEMATIAN” dengan sub judul “CATATAN GADIS LUPUS”. Meski saya belum sempat mebaca buku beliau, namun dari judulnya saja sudah tersirat keharuan. Beliau yang usianya mungkin separuh kurang dari usia saya yang kini berkepala lima ini sungguh berjiwa sosial dan berhati mulia. Saat ini selain sebagai mahasiswa S2 Jurusan Filologi Universitas Padjadjaran, beliau juga menekuni aksara sunda dan mengajarkannya kepada mereka yang berminat mengenal budaya leluhurnya. Bahkan dalam jangka panjang beliau juga akan mempelajari aksara-aksara yang berada diseluruh Nusantara ini. Sungguh mulia sekali obsesi beliau itu. Kini beliau mempunyai sebuah kelas dimana beliau memiliki murid sekitar 40 an dan rata-rata dan sebagian besar berusia masih muda. Apa yang beliau lakukan yakni mengajarkan aksara sunda kepada para peminatnya, se sen pun beliau tidak memungut bayaran. Benar-benar mulia sekali. Mulia, selain mengajar tanpa memungut bayaran se sen pun, juga tidak lupa dengan warisan leluhurnya dan berupaya melestarikannya. Hati saya jadi tergetar dan terharu. Juga tersisip rasa malu. Ya malu, saya bertanya, apa yang sudah saya berikan kepada masyarakat dan bangsa saya ini? Sumbangan apa yang berarti dan bermanfaat yang sudah saya berikan kepada mereka yang membutuhkan setidaknya yang berguna bagi mereka? Kembali kepada orang-orang yang berjiwa mulia dan sosial ini. Selain beliau, saya juga pernah lihat di sebuah stasiun TV yang menayangkan prilaku mulia dan sosial yang juga dilakukan oleh seorang wanita. Wanita ini juga masih muda, tapi saya lupa nama beliau. Beliau pergi menuju tengah hutan di pedalaman kalimantan. Beliau bertemu dengan suku-suku terasing dan masih nomaden seperti suku dayak dan sebagainya. Dengan meninggalkan segala kesenangan duniawinya dimana selayaknya usia sebaya beliau sedang lagi suka-sukanya berhura-hura dengan segala kegembiraan mudanya bersama rekan-rekan sebayanya. Namun semua itu beliau tinggalkan dan lebih memilih hidup ditengah-tengah suku terasing dan komunitas masyarakat terpinggirkan dan belum tersentuh modernitas serta pendidikan. Disinilah beliau mengabdikan dirinya untuk memberdayakan mereka tanpa pamrih dan memperoleh serta mengharapkan imbalan se sen pun. Ah sekali lagi sungguh mulia hati mereka. Ya Tuhan, ditengah-tengah dunia dimana saat ini sebagian besar masyarakat menjadikan materi itu adalah Dewa, ternyata masih ada orang-orang seperti Sinta Ridwan dan Mbak yang pergi kepedalaman itu. Saya memang saat ini berprofesi sebagai pendidik untuk mereka anggota masyarakat yang kurang beruntung mendapatkan pendidikan di bangku sekolah formal. Namun pekerjaan saya ini jujur saja awalnya bukanlah panggilan jiwa saya. Namun karena dituntut oleh tugas serta tupoksi pekerjaan saya. Dan, saya memndapatkan honor dari pekerjaan saya kendati itu relatif kecil namun tetap saja saya mendapat imbalan dari pekerjaan saya tersebut. Namun demikian, dalam menunaikan tugas akhir-akhir ini saya tidaklah terlalu memikirkan imbalan dari apa yang saya perbuat. Perbuatan mulia Mbak Sinta Ridwan (maaf kalau namanya salah) dan Mbak yang pergi kepedalam Kalimantan itu sangat menginspirasi saya semakin mencintai tugas saya. Saya juga sangat terinspirasi oleh film “LASKAR PELANGI’ terutama sekali akan dedikasi seorang ibu guru yang bernama Ibu Muslimah dan Pak Harfan. Saya sering mengidentikkan diri saya seperti mereka. Dan menurut saya ini sah-sah saja. Dan ini merupakan cara saya untuk memotivasi diri agar saya memiliki rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan dan profesi saya. Saya juga punya suatu obsesi, ingin sekali mengumpulkan anak-anak yang tidak mampu seperti gelandangan dan pengemis yang sering menadahkan tangannya dari rumah ke rumah, dari toko ke toko, dari pasar ke pasar, dan juga berserakan di jalan raya dan lampu merah. Mengumpulkan mereka ke suatu tempat yang meski sederhana. Dan disana ingin saya didik mereka CALISTUNG alias membaca, menulis, dan berhitung. Setidaknya meski sedikit, saya sudah menyumbangkan sesuatu kepada orang-orang yang papa seperti mereka ini. Lagian, dalam ajaran Agama saya -Hindu- dalam Catur Marga bahwa Jnana Marga (Jalan Ilmu Pengetahuan) merupakan Yadnya tertinggi. Sebab, memberikan ilmu pengetahuan kepada sesama tanpa pandang bulu dan pamrih adalah sangat mulia. Bagi saya, saya tidak malu meski memiliki pengetahuan yang cetek. Lebih baik berbuat sekecil apapun ketimbang tidak berbuat sama sekali. Saya orang yang paling tidak suka banyak bicara, dan saya lebih suka banyak berbuat. Setidaknya dengan berbuat saya harapkan akan ada hasilnya. Maksud saya, dalam masyarakat kita semakin banyak yang melek huruf. Hanya saja, dari mana ya saya memulainya? Ada yang dapat memberikan saran?

Rabu, Juni 22, 2011

UNPK PAKET C PERIODE I 2011 DAN NILAI-NILAI PANCASILA YANG TERPINGGIRKAN


UNPK Pendidikan Kesetaraan Paket C dilaksanakan hari Selasa tanggal 5 Juli 2011 sampai dengan hari Jumat tanggal 8 Juli 2011. Pada hari H pelaksanaan UNPK Paket C tersebut tepat bersamaan dengan perayaan hari besar keagamaan bagi umat Hindu terutamanya di Pulau Bali. Perayaan hari keagamaan ini sudah dimulai hari Selasa tanggal 5 Juli 2011 yakni hari Penampahaan Galungan. Kemudian hari Rabu tanggal 6 Juni 2011 adalah puncaknya yakni hari Raya Galungan serta hari Kamis adalah Umanis Galungan. Jadi rentetan hari-hari yang disebutkan diatas adalah hari-hari yang sangat penting buat umat Hindu. Namun justru pada saat itulah UNPK Paket C dilaksanakan secara nasional. Tentu bagi peserta UNPK Paket C dari dan di Provensi Bali yang notabene mayoritas penduduknya beragama Hindu hal seperti ini menimbulkan dilemma. Meski secara nasional hari raya Galungan dan Kuningan belum diakui sebagai hari libur keagamaan dan menjadi libur nasional, setidaknya sebagai sesama anak bangsa yang merupakan bagian NKRI ini sepatutnya para pengambil keputusan di pemerintah pusat cq Departeman Pendidikan Nasional mempertimbangkan perasaan masyarakat Bali dan umat hindu. Apa yang terjadi pada UNPK gelombang pertama bulan Juli ini sungguh sudah mencederai perasaan masyarakat Pulau Dewata ini. Memang sudah ada usaha dari pihak petinggi pendidikan di Bali melakukan dan mengadakan pendekatan serta melakukan loby loby dengan pihak terkait di Jakarta. Terakhir ada kabar burung bahwa UNPK akan diundur menjadi hari Selasa tanggal 19 Juli 2011 sampai tanggal 22 Juli 2011. Namun kapan pastinya UNPK Paket C khusus untuk Bali ini dilaksanakan belum ada kepastiannya. Bukan bermaksud memperkeruh suasana atau membesar-besarkan atau mengompor-ngompori dari pelaksanaan UNPK yang tepat di hari besar Umat Hindu ini, dari apa yang telah diputuskan oleh pengambil keputusan di Jakarta dapat diambil kesimpulan serta dikaitkan dengan apa yang ramai dibicarakan berbagai kalangan akhir-akhir ini bahwa nilai-nilai Pancasila kini sudah mulai dilupakan dan terpinggirkan. Dan UNPK Paket C periode pertama bulan Juli ini semakin menguatkan indikasi tersebut. Para pengambil keputusan sudah tidak memiliki kepekaan sosial serta rasa keadilan dan bertoleransi dalam berbangsa dan bernegara. Namun demikian semoga ini hanyalah sebuah kealpaan sebagai manusia biasa dan bukan suatu kesengajaan apalagi ingin bermaksud mencederai masyarakat Bali cq umat Hindu di Indonesia. Semoga pada masa-masa yang akan datang dalam mengambil keputusan dalam bidang tertentu para pengambil keputusan tersebut lebih mengemukakan azas keadilan yang sesuai dengan rasa keadilan seperti telah tersurat dan tersirat yang terkandung dalam Pancasila sebagai dasar NKRI (smt).